Hai, cantik. Selamat Sore. Apa aku mengganggumu? Aku harap tidak.
Cantik, aku ingin bertanya sesuatu kepadamu. Aku ingin bertanya tentang dia yang dulu pernah kau buat jatuh hati. Sekarang dia merebut semua perhatianku, menyedot habis semua rindu, mengacak hancur semua harap. Cantik, aku telah berusaha sebisaku membuat dia jatuh kepadaku. Tapi, cantik, kau tahu, aku selalu gagal, dan mungkin, aku memang tidak pernah ditakdirkan untuk berhasil.
Cantik, aku iri padamu. Bagaimana caranya membuatnya peduli? Apa yang kamu miliki dan aku tidak? Apa yang dia cari? Apa kurangnya hati yang tulus dan cinta yang nyata? Aku lelah, cantik. Untuk apa aku menggarami air laut?
Cantik, aku dengar, dulu, kau yang meninggalkannya? Kenapa, cantik? Menurutku, dia terlalu sempurna untuk dilepaskan. Ya, mungkin kau punya alasanmu sendiri, kan? Tapi kau tahu, cantik, detik ini aku rela melakukan apapun untuk berada pada posisimu dulu. Menjadi yang dicintainya dan disayanginya.
Cantik, aku tahu hingga detik ini masih ada sedikit kamu di relung hatinya. Tak masalah, selama ada banyak aku di sana. Cantik, apa dulu kau mencintainya sebanyak aku? Karena kau tau, cantik, separuh napasku itu selalu tulus mencintai.
Cantik, kau harus tahu seberapa banyak aku mencintanya, dan seberapa besar harapanku untuk bisa bersamanya. Cantik, rindu yang aku rasa selalu tertuju kepadanya. Tak pernah habis rindu ini terasa. Aku lelah, cantik. Aku lelah.
Cantik, demi Tuhan, kau harus tahu seberapa besar aku mencintainya. Senyum laki-laki itu selalu menawan. Lengkungan bibirnya seolah mengajak bibirku turut melengkung ketika melihatnya. Kemudian ketika kulayangkan pandanganku pada matanya, selalu indah, selalu bening, matanya sebiru lautan, sebening embun yang memilih pergi meninggalkan daun ketika fajar mulai menyapa. Kau tahu, kan, cantik, wajah itu selalu sama dengan awal aku lihat. Selalu cerah, selalu menyenangkan. Tiap inci pahatan Tuhan pada wajahnya seolah tanpa cacat. Ah, kata-kata ini selalu aku ulangi. Jantungku selalu berlomba berdegup ketika melihat tawa kecil dari bibirnya. Tawanya renyah. Serenyah kue kering yang selalu ibu masak tiap akhir pekan. Tawanya candu. Indah. Seindah melodi-melodi musik yang mereka lantunkan dalam halus gesekan biola. Semakin lama, tawa itu akan semakin menjadi candu, pengisi ruang kosong dalam setiap kotak musik dalam hati. Semakin lama, tawanya akan semakin menghipnotis, menyedot habis semua perhatian, mengikis habis semua sepi.
Cantik, kau pasti tahu, matanya, senyumnya, tawanya, dia, selalu sama. Akan selalu membuatku ingin menggerakkan penaku, membiarkannya menari diatas kertas. Dia, lautanku, dan aku tahu akan selalu begitu.
Cantik, ajari aku untuk menjadi kamu. Beritahu aku rahasiamu.
Palembang, 21 januari 2013
Ditulis oleh : @dellannissah
Diambil dari http://dnurannissah.blogspot.com
No comments:
Post a Comment