SURAT RINDU #7 : Kepada Andromeda
Hai
kamu, Andromeda..
Malam
ini, aku memutuskan untuk mencarimu, lewat Teleskop Refraktor kecilku. Tak begitu
besar, juga tak begitu panjang. Teleskopku tidak mampu melihat bentuk rupamu,
tapi setidaknya, setitik putih cahayamu terasa mampu melepas dahaga rindu.
Aku
rindu menatapmu lebih dekat, menikmati lekuk parasmu dalam dinginnya malam
lembang. Teleskop Refraktor Bamberg Bosscha sangat kuat menangkap rona wajahmu,
dan aku hanya bisa tersenyum malu.
Bimasakti,
tempatku berada, masih terlalu jauh untuk menggapaimu. Untuk sementara waktu,
izinkan aku untuk hanya merindukanmu. Aku akan menemukanmu, namun jarakmu hanya
akan memakan usiaku dalam perjalanan waktu. Aku butuh kendaraan yang lebih
cepat dari cahaya. Jika kamu mau bersabar sebentar waktu saja, kita pasti akan
bertemu.
Setidaknya,
kita sama-sama punya kendaraan yang bernama “Rindu”. Rindu adalah kendaraan
tercepat dalam semesta, meski ia adalah semu. Bayang kita sudah saling bertemu
lewat indahnya nebula rindu. Tapi jasadku, selalu memberontak ingin bertemu.
Hei
Andromeda, apa kabar?
Masihkah
kamu terbelenggu oleh rantai masa lalu?
Aku
selalu bertanya, siapa yang begitu tega mengikatmu, dan mengorbankan hatimu
ditengah hempasan ombak dan karang. Apa sudah tidak ada lagi yang mencintaimu? Ah,
itu pertanyaan konyol. Wanita secantik dirimu tak mungkin dibenci.
Dan
sampai kapanpun, galaksi kita tidak akan pernah bertemu. Kecuali nanti, saat
hari akhir menjemput. Dan aku tak akan mau menunggu hingga hari akhir. Karena belum
tentu, kita akan bertemu disurga kan?
Hai
Andromeda..
Hari-hariku
dipenuhi dengan petualangan, perjalanan menikmati es krim di Pluto lalu
menikmati senja di Merkurius. Tapi ditengah perjalanan aku menemukan sesuatu
yang indah untukmu.
Kamu
mungkin bertanya-tanya tentang diriku, sosok yang ingin bertemu. Tapi sebelumnya,
kamu harus bersiap diri untuk ku jemput. Dan aku akan membawamu ke Bumi,
tempatku tinggal. Sepakat?
Oh
iya, aku menemukan sesuatu dari Saturnus. Coba tebak, sesuatu apa yang akan kau
terima dariku nanti? Sebagai bocoran, ia adalah benda yang sangat cocok untuk
jari manismu.
Perjalananku
masih sangat panjang. Kuharap kamu terus bersabar. Dan doakan saja aku selamat dalam
perjalanan waktu.
Dari yang ingin
bertemu, Perseus.
Dari @buffhans untuk @bukanadelia
Diambil dari www.buffhans.com
---
Surat balasan @bukanadelia untuk @buffhans
SURAT RINDU #8: Lima Belas Menit
Selamat senja, Perseus.
Lima belas menit pertama, aku masih melamun setelah membaca suratmu. Aku baru sadar bahwa kita ternyata memang sejauh itu. Hingga kamu hanya mampu menatap lamat cahayaku, dan aku hanya mampu mengabadikan sisa-sisa gemerlapmu yang tertangkap mataku.
Lima belas menit kedua, aku mulai memperhatikan diriku sendiri. Aku tidak baik-baik saja, Perseus. Aku tidak baik-baik saja..
Sejak kamu temukan aku yang menangis pilu karena masa lalu, sejak itu aku tak pernah baik-baik saja. Aku hanya diringankan atas kehadiranmu. Baik-baik sajanya aku adalah berada di sisimu.
Yang mencintaiku banyak, Perseus. Yang berjuang dan bertahan untukku, tidak ada.
Lima belas menit ketiga, aku mulai mengandai-andai tentang diriku dan kamu.
Perseus, kamu petualang yang tangguh. Kamu mengerti jauhnya jarak yang membentang tak terbantahkan antara kita dan apa saja yang harus kita hadapi untuk bersua. Tapi sungguh kamu lupa, Perseus. Kita sesungguhnya tak sejauh itu.
Aku tak pernah ingin menjadi Andromedamu, Perseus. Jauh dan tak tergapai. Sejak dulu aku selalu berandai-andai untuk menjadi costae verae pada manubrium sterni dan corpus sterni-mu. Tapi aku mulai berpikir lagi, bukankah corpus sterni memiliki dua tempat? Sungguh aku tak ingin berbagi dengan costae spuriae. Bagaimanapun, kamu hanya milikku kan? Hanya aku yang boleh bersandar padamu kan?
Lima belas menit keempat, aku mulai berdebat dengan diri sendiri, Perseus.
Mungkin justru selama ini aku hanya costae spuriae bagimu. Kamu memang sisakan satu tempat di dadamu, tapi bukan tempat yang pertama. Tempatku palsu. Entah siapa costae veraemu yang dengan rela mau berbagi tempat bersandar denganku. Aku tak tahu dan selama itu bukan aku, aku tak mau tahu.
Celakanya, itu jika aku hanya terlalu percaya diri bahwa kamu akan berbaik hati menyisakan tempat untukku. Menganggap bahwa aku costae spuriaemu. Bagaimana jika aku hanya costae fluctuantes bagimu?
Aku hanya melayang, menggantungkan harapan. Berusaha menggapaimu untuk bersandar namun tak mampu. Aku costae fluctuantes yang tak memiliki tempat bersandar dalam dadamu.
Lalu aku menangis. Sesenggukan di depan suratmu.
Lima belas menit kelima, aku sibuk berdoa.
Semoga Tuhan berbaik hati menjadikanku costae veraemu. Bersandar pada dadamu yang paling tinggi agar kamu memperlakukanku dengan baik.
Semoga Tuhan berbaik hati menjadikanku costae verae pada dada kirimu. Agar aku mampu melindungi hatimu dan senantiasa dekat denganmu.
Semoga Tuhan berbaik hati menjadikanku costae verae bagimu. Agar senantiasa aku memberi keluasan dalam dadamu.
Semoga Tuhan berbaik hati menjadikanku costae veraemu yang membangun dan menegakkan kehidupanmu.
Semoga..
Cepat datang, Perseus.
Sematkan cincin dari Saturnusmu itu pada jari manisku untuk mengamini semua doaku.
Cepat datang, Perseus.
Sematkan cincin dari Saturnusmu itu pada jari manisku untuk membuktikan aku adalah sebenar-benarnya costae veraemu.
Cepat datang, Perseus.
Sematkan cincin dari Saturnusmu itu pada jari manisku..
No comments:
Post a Comment