25 January 2013

Tunggu Aku, Malaikatku

Untukmu,

Ada beberapa perasaan yang sulit aku ungkapkan, atau mungkin belum waktunya diungkapkan. Sudah sejak lama kita bersama, atau menyatu lebih tepatnya. Makan dari apa yang kau makan, minum dari apa yang kau minum. Berbagi nafas bersama, dan kau selalu menjadikan aku yang utama.

Sejatinya ini adalah perjalanan paling panjang yang kutempuh. Sungguh aku tidak sabar bertemu denganmu, kita sudah begitu lama mengenal. Kamu pasti lupa denganku, tentu saja aku pun saat nantinya mengakhiri perjalanan ini akan lupa dengan perkenalan kita yang berlangsung beribu masa. Ingatkan aku bahwa kita sudah mengenal begitu lama, jauh sebelum kita tercipta.

Senang rasanya bisa kembali menemuimu, merasa bersamamu, melangkah bersamamu. Maaf jika ternyata aku membatasi gerakmu. Terima kasih telah bersedia menerimaku menjadi bagianmu dan terima kasih untuk waktu tidak terbatas yang nantinya kita habiskan bersama, juga atas cinta yang tidak akan ada habisnya kau berikan. Saat aku tiba, aku akan menggenapi hidupmu dengan cinta seumur hidupku.

Surat ini akhirnya aku simpan erat di dunia yang tidak berbatas dan tidak bermateri, di sini waktu adalah sesuatu yang aku kuasai. Aku tidak peduli, karena sebentar lagi aku tiba. Jarak kita begitu dekat, namun ada dimensi yang menjadi pembeda. Mereka menyebutnya amnion, rongga sejenis balon yang menjadi pelindung paling aman bagiku.

Sepertinya apa yang ingin aku katakan ini telah kau ketahui karena detak kita yang seirama. Tunggu aku, tentu kamu tidak sabar bukan bertemuku? Saat aku tiba, tersenyumlah karena akhirnya kita bersama juga; setelah sembilan bulan kau mengandungku.



tertanda,

kau selalu memanggilku Ameera Kavi


oleh @sedimensenja
diambil dari http://sedimensenja.wordpress.com

No comments:

Post a Comment