Chaka Pumpkin Caterpillar,
Kunyalakan sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Risa Sarasvati. Liriknya selalu mengingatku padamu. Sebelum lebih jauh membaca surat ini, putarlah nada-nada indah itu, biar menemanimu masuk ke dalam jiwaku. Meski selama dua puluh tujuh tahun ini, kau tak perlu apapun untuk mengerti setiap inci perasaanku.
Derap langkahku terseok
Amar harap elok
Badik sayati relungku
Pijarmu memaku
Chaka,
Hidup ini memang lucu. Ingatkah suratku untukmu tahun lalu? Di sana aku bercerita tentang perpisahan, bukan sebenar-benarnya, hanya saja kita telah memilih jalan yang berbeda. Aliran yang menjerat kita pada pilihan berlainan. Membuat jiwa dan raga kita berjarak. Menghabiskan waktu bertemu dengan orang-orang yang hanya akan kita temui dalam cerita. Setiap kali bertemu, bibir kita akan terus berbagi dongeng, seakan waktu tak kan mampu menampung rasa rindu. Tapi lihatlah kini? Tuhan telah mengabulkan salah satu impian kita, rumah berdampingan. Kukira kita telah menyusuri rel yang bertentangan, ternyata hanyalah cabang yang bermuara pada satu stasiun.
Pumpkin,
Setiap malam, masih saja kita berbagi lakon dan riwayat. Mereka pasti tak percaya, bahwa di rumah kita, waktu melesat cepat, bahkan kita tak sempat menulis sejarah. Kau tahu kenapa? Karena hati kita begitu penuh. Meski ada malam-malam kulalui dengan sunyi, sepertimu melalui hari gelap dengan senyap. Namun ruang kembali cerah ketika saling menyapa untuk memulai hari.
Secampin kau terilhami
Asa kerap mati
Tegarlah kau disampingku
Cabir tak berliku
Caterpillar,
Rumah kita mungkin hanya mengenal sosok lelaki, sekilas lalu. Karena mereka hanya datang bertandang. Atau Ayah yang sibuk menengok cucu kesayangan, sambil sesekali membenahi jetpam. Suaranya bising hingga berjam-jam. Atau kekasihku yang kadang pulang larut malam. Lalu mereka yang mengaku temanmu. Rasanya kita seperti anak sekolah saja. Hanya saja, Ayah tak lagi banyak melarang, karena kita telah menjadi dewasa. Barangkali lelaki menjadi warna, sesekali menolehkan luka.
Ah lelaki,
Betapa mereka tidak saja menorehkan cedera, tapi juga trauma. Setiap kali itu terjadi, kaulah tempatku pulang. Seperti setahun lalu, tentu sulit bagimu, apakah kau memilih untuk pulang padaku? Seringkali perlakuanku begitu keras padamu, semoga kau tak salah mengerti bahwa itu adalah cinta. Cinta yang tercipta sungguh beda. Pernah kukatakan padamu, cinta ini tak kalah indah dengan kasih ibu.
Epa,
Aku suka aroma masakan yang terkuar dari dapur ketika baru saja membuka mata. disusul wangi kopi dan penganan. Lalu kita akan bersantap bersama, ditemani Rasi, putri kecil kita yang akan lebih sibuk hilir mudik mengambil mainan. Setelah kau memandikan si kecil, kita akan sibuk di depan komputer, sesekali melontarkan komentar. Entah didengar entah tidak. Aku selalu suka setiap kali tawa tercipta.
Lunglai kita saling menggenggam, risau hilang meski mencekam
Cadung jiwa terus berlayar, meski kelam selalu berputar
Chaka Pumpkin Caterpillar,
Hari ini aku belanja sayuran, tak sabar kupamerkan. Ada bahan-bahan sayur asem, jagung manis dan toge. Oh ya, tidak lupa tahu dan tempe, makanan wajib kita. Lalu ada sosis dan baso, jangan sampai tak ada daging sama sekali. Kau akan sumringah, lalu dengan santai memetik tiap batang toge sambil menonton serial korea. Aku akan menolak untuk menonton dan lebih memilih serial tentang mayat hidup.
Rumah kembar kita,
Bentuknya benar-benar kembar. Setiap kali salah satu kawan dekat berkunjung, mereka akan tercenung. Barangkali berpikir betapa miripnya rumah ini. Meski sedikit keliru. Mereka seolah menganalogikan bahwa kita sosok yang satu. Padahal ruh kita ada dua, mereka memiliki kehendak berbeda. Seperti rumah kita yang ditata oleh dua lengan yang tak sama.
Geletar hati gentar isak tangis pudar
Rinai hujan menebar
Dan intuisi jiwa berakhir nestapa
Kita tetap berdua
Eva Sri Rahayu,
Kita telah mengalami proses yang panjang untuk sampai pada sebuah penerimaan. Kita yang bertumbuh dan mendewasakan diri. Barangkali sesekali masih terasa memuakan jika ada yang memperbandingkan, lebih seringnya kita tertawakan. Kita yang kembar ini, acap kali membangkitkan keinginan banyak orang untuk merasa superior. Itu yang pernah kau katakan, yang kemudian kuamini. Mereka adalah yang merasa mengenal kita lebih dalam, merasa bisa mengakrabi kita, memerlihatkan pada dunia menjadi satu di antara kita. Biarkan sajalah, kita toh tidak pernah terpecah dan lebih sering menikmatinya sebagai hiburan.
Kau tahu,
Antara kita, selalu ada dunia sunyi yang rapuh. Menyisipkan keheningan agar kita sedikit berjarak. Kini aku mengerti, kenapa kadang kala kita ingin memiliki dunia yang berbeda. Dunia yang tidak saling menjamah. Mungkin kau pikir, karena kita ingin punya ruang. Tapi coba kau resapi, jarak hanya membuat kita belajar untuk melepas. Hingga akhirnya, sebenar-benarnya berpisah. Walaupun rasanya mustahil. Jika sampai pada waktunya nanti, aku tidak mau ditinggal. Ah, sudahlah jangan mendahului Tuhan.
Dari gerbang,
Terdengar bunyi bergelotakan. Ah, kau rupanya datang. Tahu saja, hari ini akan kukirimkan sebuah surat untukmu. Jangan curang, jangan mengintip. Sebaiknya kusudahi saja surat ini.
Belahan untuk belahan,
sepotong untuk sepotong,
kepingan untuk kepingan,
kemudian menjadi kita.
-Salam dari separuh untuk separuh-
Ditulis oleh : @EviSriRezeki @EvaSriRahayu
Diambil dari http://myfairytalemytale.blogspot.com
No comments:
Post a Comment