25 January 2013

Salam Rindu Dariku, Ya Rasulullah


Ya nabi salam alayka

Ya rasol salam alayka

Ya habib salam alayka

Salawatullah alayka



Senin itu, dua belas rabi’ul awal, beratus tahun silam, telah lahir seorang manusia pilihan. Ayahnya Abdullah, dan ibunya bernama Aminah. Ia adalah sosok manusia teladan seluruh umat. Shubuh itu, ia menangis untuk yang pertama kalinya, dan seluruh semesta bersujud penuh syukur karenanya. Seseorang itu engkau, ya Rasulullah ….

Ini suratku yang pertama untukmu, Ya Rasulullah. Aku … aku begitu kesulitan menemukan kata yang tepat untuk mendeskripsikan engkau. Semua kata mendadak jadi kehilangan fungsi. Semua kata menjadi mati. Engkau lebih dari semua kata indah itu. Engkau sungguh lebih dari semua kata indah itu, Ya Muhammad…

Maafkan aku yang belum mengenalmu dengan baik. Maafkan aku yang baru mengenalmu sebatas cerita ibuku, guru-guru, dan sedikit buku. Maafkan aku yang kadang malah lupa dengan teladan yang telah engkau ajarkan lewat tutur lembut dan perilaku santunmu. Maafkan aku yang kadang masih bersikap seolah engkau tidak pernah mengajariku tentang semua hal. Maafkan aku ya Rasul. Sungguh maafkan aku.

Tapi, apa engkau tahu? setelah aku mendengar sedikit cerita tentangmu itu, aku langsung mencintai engkau, ya Muhammad. Aku terpesona oleh sifat-sifat lembutmu. Aku terdiam mendengar semua kearifan sikapmu. Kisah-kisahmu sungguh menemani masa-masa kecilku. Kisah-kisahmu membuatku semakin yakin bahwa memang engkaulah yang terpilih itu. Engkaulah kekasih Allah. Aku begitu mencintai engkau. Sosok yang selalu kurindukan. Aku merindukan engkau. Aku sungguh rindu kepada engkau. aneh bukan? Aku belum pernah melihatmu, tapi hatiku selalu penuh oleh buncah rindu. Kita belum pernah bertemu, tapi kerinduan ini selalu membuatku tergugu. Menangis p i l u.

Aku iri, ya Rasulullah. Bukan … aku bukan iri pada sahabat-sahabatmu, aku memang iri pada mereka yang Tuhan beri kesempatan untuk bertemu denganmu secara langsung. Tapi aku sungguh lebih iri pada mereka yang kauberi kesempatan untuk bertemu denganmu dalam mimpi mereka. Apa kata hadist? Bahkan setan pun tidak akan pernah bisa meniru engkau meski dalam mimpi sekali pun, bukan? Maka itu pertanda mereka amat beruntung bisa engkau temui dalam mimpi mereka. Kapan engkau bertamu ke mimpiku, ya Rasulullah? kapan? Aku menunggu. Sungguh aku menunggu hadirnya egkau dalam mimpiku. Mungkin hatiku tidak seputih itu untuk bisa bertemu denganmu. Tapi apa aku tidak punya kesempatan untuk bertemu sosok yang amat kucintai? Apa aku tidak pantas berharap? Bukankah aku ini umatmu juga, ya Rasulullah? Datanglah, ya Rasul. Datanglah kapanpun engkau mau. Aku akan selalu menunggu kesempatan terbaik itu datang. Datanglah, aku mohon… biarkan aku meretaskan semua kerinduan ini.

Ya Rasul, terima kasih untuk semua pelajaran yang engkau ajarkan melalui perilakumu. setiap mengingatnya, hatiku selalu basah, jiwaku selalu sejuk. Engkau, kekasih Allah. Seorang yang berhati lapang. Seorang yang tanpa dendam. Seorang yang mempunyai segala sifat baik. Semua perilakumu merupakan teladan. Semua tutur lembutmu merupakan panutan. Maka celakalah kami yang abai, ya Rasulullah… celakalah kami yang selalu lupa kepada engkau. Padahal …. Padahal engkau bahkan di detik terakhirmu masih mengingat kami. Engkau selalu mementingkan kami. Apa yang kausebut ketika itu? Apa yang kausebut ketika malaikat pencabut nyawa telah sampai di hadapan engkau? “umatku, umatku, umatku.”

Kaujuga bahkan meminta agar semua dosa umatmu ditimpakan kepada engkau saja. Begitu, bukan?  celakalah kami yang melupakan engkau, ya Rasul… sungguh celakalah kami yang masih saja bebal.  Celakalah kami yang masih saja abai. Sungguh celakalah kami…

Maafkan aku ya Rasul. Maafkan kami,

Dan berikanlah syafaatmu kepada kami….


Oleh @ulyauhirayra
diambil dari http://ulyauhirayra.tumblr.com/

No comments:

Post a Comment