25 January 2013

Kepada Manekin yang Menggelisah

Tidurlah…
Istirahatkan kepura-puraanmu.
Malam terlalu dingin untuk tetap menjaga lelah.
Biar sejenak matamu redup, rujuk dengan mimpi yang mulai semu.
Yakinlah pada surya…
Esok akan kudandani kau dengan cantik.
Pagi adalah saat menantang dunia.
Dan subuh, kuizinkan kau menitik.
Kau menyukai putih dan merah muda.
Kehalusan yang kadang kupertanyakan.
Nanti, bagaimana jika ada yang memberimu beruang tua?
Akankah kau kembali ke gunung untuk merayakan?
Tapi tidak, manekinku.
Besok aku tuhanmu.
Ada gaun merah muda dengan bunga-bunga kecil di lemari.
Warnanya lembut sekali, asal kau tahu. Selembut hati buatan yang bersarang di dada kiri.
Pinggirannya berrenda putih dengan motif yang menjari.
Dan kakimu, bukankah merah akan sangat cantik? Hanya tujuh senti, dan aku yakin kau tetap tegak berdiri.
Aah tidak, Sayang.
Kita tidak sedang membicarakan carrier dan sepatu bergerigi.
Biar waktu membungkusnya dengan pagi.
Kita akan menengoknya saat siang.
Oia, bukankah kau senang berdandan?
Maka akan kubuka mata yang terlalu jujur itu.
Dan pipimu, kau bahkan tidak memerlukan blush on untuk merona.
Besok kau tidak akan menangis, kupastikan.
Karena eyeliner akan membingkai matamu, tipis saja, dan kau tak akan merusaknya. Berjanjilah padaku.
Rambutmu, biarkan ia terlindung dengan sehelai kain. Merah yang merana.
Manekinku jangan menangis…
Kau tahu, kau tak harus tidur.
Berceritalah!
Tentang tanah bumi yang telah kau pijak,
tentang harum ombak yang telah kau hirup,
tentang gigil yang pernah mampir,
tentang terik yang membakar.
Berceritalah!
Tentang sakit yang terbalas di dua lapan ratus,
tentang cinta yang terganti di ujung utara,
tentang berbagi harapan di tengah Jawa,
tentang lambaian di bandara.
Berceritalah!
Tentang perjalanan bersama yang terpisah,
tentang keindahan di balik marah,
tentang subuh pertama.
Manekinku, tapi kau harus tidur.
Bermimpilah!
Tentang kencan romantis atau boneka beruang,
tentang perjalanan bersama atau setumpuk buku,
tentang hangat tubuhnya dalam kebekuan danau,
tentang peluh beraroma laut.
Bermimpilah!
Tentang ia yang datang mengecup pagi,
tentang ia yang sujud dijemput malam.
Bermimpilah untuk kembali ke tempat awal harapan.
Menjejak lagi yang banyak cela.
Mengulang dan menyempurnakan.
Bermimpilah, Manisku! Bermimpilah!
Manekinku yang sabar…
Jangan mulai menangis, tolong.
Bukankah hatimu seluas langit?
Bukankah tabahmu seumur hidup?
Kemari, Cantik. Aku bisa menenangkan debar.
Aku bisa memenangkan perang.
Di hatimu, Manekinku Sayang, tempat rasa yang serupa gudang.
Manekinku yang penyayang…
Jangan mulai menangis, tolong.
Adalah kesalahan terlalu mencintai.
Adalah kepastian sakit yang kau derita.
Dan tentang bahagia yang ingin kau raih,
maka kini, berbahagialah.
Manekinku yang sedang belajar…
Hidup tidak sedang berlutut di kakimu.
Pun kau tau sedang menyembahnya.
Melawanlah!
Biar Ia yahu kau yang berjuang.
Biar kau tahu Ia yang menentukan.
Manekinku yang terlihat lelah…
Jangan mulai menangis, tolong.
Apakah kau mulai berpikir untuk menyerah?
Tak bisakah kau menghargai rindu sebagai hadiah?
Rasa yang membuat jarak menjadi indah?
Manekinku yang tegar…
Jangan mulai menangis, tolong.
Tak usah menghitung waktu.
Kupastikan esok baik baik saja.
Dan seterusnya, mengalirlah dengan kuat.

Selamat hari kita, Manekin(a)ku…

Di tempat aku mengeja pulang, 23tahun kita
Dengan cinta,
“Yang mengirimimu berjuta doa tanpa batas, yang diaminkan dalam sujud
Seorang sahabat, yang merasa hidup”


Oleh @Amy_AWP
Diambil dari http://a-mystify.tumblr.com/post/41327387023/kepada-manekin-yang-menggelisah

No comments:

Post a Comment