25 January 2013

Ararya (Senja Penghabisan)

Senja hari ini membasuh jauh. Padahal kita tak lagi dipeluk pantai yang berbeda.

Bila ternyata hari ini purnama, ombak datang dan buihnya menjilat jilat – yang akan kita dengar adalah sama. Langkah lari kaki kaki telanjang. Yang lebih tenang datangnya dari kamu. Yang lebih panik datangnya dari aku. Aku selalu ingat kata kata ibuku: pernah ada yang terseret digulung ombak sewaktu sedang mengadu kasih di hadapan senja, ia hilang dan selamanya tak pernah menemukan cinta sejati.

Aku bergidik ngeri. Itulah sebabnya aku lebih memilih menonton senja dari balkon kamar sendiri. Dan semua berubah tepat ketika kamu datang dan mengajakku turun. Lalu hari hari kita setelahnya dihabiskan dengan menepuk punggung air sampai hanya tersisa dua nelayan yang belum berlayar. Kita melewati banyak wajah pantai dan juga senja, berharap ini tak harus berakhir tiba tiba. Katamu sambil tertawa, senja dan pantai juga tak akan bisa cemburu.

Andai waktu bisa diputar balik, aku mustinya lebih memilih untuk tidak percaya. Mereka mungkin tak bisa cemburu, tapi apa? Mereka banyak memperdaya. Mereka bisa.

Senja hari ini membasuh kita terlalu jauh. Padahal kita tak lagi dipeluk pantai yang berbeda. Aku justru tak bisa melihatmu, padahal telak kita sudah sedekat ini – sedekat hari pertama kita ke sini. Sinar senja menghampar kemana mana, menyilaukan mengaburkan pandangan. Ombak datang bergulung gulung, menelan segala akal yang kita punya untuk saling menemukan. Ia tidak menyeret tubuhku serta, tapi tentu mengikisnya pelan pelan.

Ararya – jarakmu kini hanya sejengkal ini,
Benarkah kita telah menyerah dan kehilangan alasan untuk saling mencari?

Haruskah aku tetap berbicara lewat surat, seakan kau tak di sini?

-AW



Oleh @awulanp
Diambil dari http://pwulansari.wordpress.com/2013/01/23/ararya-senja-penghabisan/

No comments:

Post a Comment