Kepada logika,
surat ini ditulis oleh hati dengan hati-hati kepada logika yang terkadang merasa paling benar dan terkadang, memang dia benar.
Halo logika, ini hati. Sekarang pukul empat sore dan aku ingin
memelukmu karena terlalu egois sehingga lelah sendiri. Cobalah untuk
beristirahat sebentar. Mari kita minum kopi hangat sambil membicarakan
sesuatu yang kamu anggap dengan masala.
Begini logika, aku akan menjelaskan sedikit. Tapi mungkin kamu
sudah menyediakan alasan atau sanggahan untuk setiap pernyataan yang
akan aku ucapkan. Dan pasti kamu sedikit kesal karena keputusan yang
aku ambil tanpa melibatkanmu. Hah. Aku memang egois, dan memang aku
diciptakan untuk menjadi egois dan terima kasih karena kamu masih dengan
berlapang dada memaklumi keegoisanku. Kita memang sahabat sejati. Aku
beruntung sekali Tuhan menciptakan kamu sebagai pembuat kenormalan di
tengah kenormalan.
Bagaimana kalau aku memijatmu sejenak. Mungkin kamu terlalu lelah
mencari alasan untuk tidak mendengarkan aku kali ini. Tapi tak apa,
aku pun sering melakukannya. Dan memang, ada perasaan bersalah sedikit
ketika itu terjadi. Yah, seperti katamu, aku harus menanggung
resikonya. Dan seperti yang biasa terjadi, kamu pura-pura tidak tahu
tetapi tetap masih berusaha mengingatkan aku untuk mengangkat dagu
seperti orang sombong yang menantang dunia. Itu sebabnya aku yakin,
apapun keputusan yang aku ambil, kamu akan selalu seperti itu. Berusaha
untuk menjadi normal dan menjadikannya senormal mungkin.
Tenang logika, saat ini aku bahagia. Seharusnya kamu pun begitu. Kita tidak boleh bertengkar terlalu lama. Hanya akan ada kesesakan
nantinya. Bagaimana kalau kita berdamai dan meminum secangkir kopi
hangat sore nanti. Seperti yang biasa kita lakukan? Beri kabar segera
ya.
Ah ya, terima kasih terima kasih dan terima kasih, aku mencintaimu tanpa hati-hati dengan segenap hatiku.
Tertanda, hati-nya anggi dwina gurning.
Oleh @anggigurning
Diambil dari http://ibitetheworld.tumblr.com/post/41339746329/logika-ini-hati
No comments:
Post a Comment