25 January 2013

Rindu Itu Sederhana

Rindu itu sederhana. Sesederhana aku mengingat masa lalu.

Kepada kamu, muara semua rinduku.

Sampai saat ini aku masih ragu. Aku masih belum mengerti bagaimana proses semua ini terjadi. Saat aku mendapat nomor handphone kamu, saat pertama kali kita bertemu dan bicara panjang, sampai saat dimana kita memiliki rasa untuk saling menjaga. Semua terjadi begitu saja, tanpa rencana dan rekayasa.

Aku pun tidak mengerti kenapa sampai detik ini aku mempunyai rasa yang amat dalam kepadamu. Kamu cuek, kurang perhatian, kita jarang sekali bertemu, jarang komunikasi, jarang makan bersama, jarang jalan bersama, semuanya jarang.

Kita bukan LDR lho, tapi mengapa untuk bertemu saja sulit? Aku tahu, kamu punya kesibukan yang sulit untuk kamu tinggalkan. Tapi, sedikit saja dari waktu kamu untuk memberiku kabar.

Kepadamu, dengan rindu yang bergumpal. Aku rindu kamu. Sumpah, aku rindu. Aku rindu ketika menghabiskan waktu berjam-jam berbicara dengan kamu. Aku rindu suara kamu. Aku rindu melihat wajah kamu saat kamu bingung. Aku rindu semua yang ada dalam diri kamu.

Kepadamu, dengan sejuta rindu yang kutitipkan pada bintang. Pernahkah kau berpikir tentangku seperti aku berpikir tentangmu? Atau setidaknya kamu memikirkan diriku?

Sekarang, aku tak ingin apa-apa lagi selain kamu ada di hidupku. Hadir dalam setiap hari-hariku. Menyapa aku “selamat pagi”.

Aku bahagia bersama kamu. Dengan apa yang telah kita lalui selama ini. Aku bangga dengan hubungan kita. Tetap terjaga karena kita saling percaya. Tetap satu meski kita berdua.

Aku rindu roti isi keju selai kacang yang kamu beri saat hari pertama Ujian Sekolah dulu. Diam-diam kamu meletakkan itu di mejaku tanpa aku tahu. Aku rindu melewati malam bersama kamu di salah satu restoran cepat saji. Kita berbicara tanpa arah, mencoba menggambar dengan bintang yang ada di langit, main tebak-tebakan dengan struk. Dan, ini yang paling aku rindu. Bagaimana kita hanya punya uang 20.000 tapi bisa berada di sana selama 7 jam lebih.

Kepada kamu, dengan rindu yang kian menusuk.

Aku masih di sini, di tempat awal pertama kita menyapa.

Di tempat pertama kita bertatap mata.

Semua terjadi begitu saja.

Tanpa harapan, tahu-tahu kita menjadi nyata.



Aku masih bisa memandangmu lewat jarak.

Ratusan kilometer bukan halangan atas rindu yang terkuak.

Tetap menyusun kasih di atas serangan muak.

Merajut mimpi meski semakin kurasa sesak.



Terang sorot lampu masih tak mampu meredakan samar.

Jutaan sinar bintang membuatku tak sabar.

Keinginan bertemu walau cuma sebentar.

Melepas rindu yang semakin berkobar.


Cobalah sedikit saja untuk memahami.

Jeritan dera perasan ini.

Menjahit luka karamnya hati.

Pada saat pertemuan kita nanti.


Kadang, aku tak butuh kata rindumu. Aku butuh cintamu. Aku butuh waktumu untuk bertemu. Hanya itu. Selamat menempuh hidup baru, Andhika. Semoga keputusanmu meinggalkanku pergi adalah yang terbaik. Maaf atas semua salah. Benar katamu, kita yang salah. Tuhan yang benar.


Dari yang tak akan pernah bisa memilikimu utuh,

David



oleh @shandyputraa
diambil dari http://anotherdidhurt.tumblr.com

No comments:

Post a Comment