Halo Adila.
Akhirnya kamu sempat juga membaca surat dariku ini. Aku tau, pasti surat ini sudah beberapa hari tergeletak begitu saja dilantai kamar kosmu. Kamu terlalu sibuk untuk membacanya bahkan sekedar memungutnya dan mengetahui bahwa akulah yang mengirimnya. Kenapa aku tidak sms kamu saja seperti yang sudah-sudah Adila? Itu hal yang pasti kamu tanyakan tentunya. Simpel saja jawabannya aku tidak hafal nomer handphonemu dan tiba-tiba saja kontakmu di handphoneku menghilang setelah Steffi mengecek-ngecek handphoneku, tentunya.
Kamu pasti bingung? Ah tentu saja, karena aku telah berbohong padamu waktu pertemuan kita. Kubilang bahwa Steffy tau akan hal itu dan dia sama sekali tak keberatan. Karena dia adalah perempuanku yang kusayang dan selalu ingin kubanggakan didepan oran-orang, termasuk kamu. Entah untuk sekedar membuatmu merasa tak bersalah meninggalkanku dulu, karena sekarang aku menemukan penggantinya yang lebih-lebih darimu. Atau karena aku ingin menunjukkan egoku sebagai lelaki yang tak mau sekalipun terlihat rapuh. Entahlah. Tapi yang kukatakan tadi benar Adila, aku menyayangi Steffy. Teramat sangat. Namun maaf belum sempat kukenalkan kalian berdua namun pandanganmu terhadapnya sudah buruk saja, begitukah?
Sebenarnya aku yang salah. Kamu jangan membenci Steffy. Benci saja aku, sebebasmu seperti dulu ketika kita sepuas-puasnya beradu mulut dan keesokan harinya serta seterusnya tak kudapati lagi kamu dihatiku. Aku yang tak pernah bilang padanya, kalau Sabtu pagi itu kita bertemu. Tentu bukan karena aku tak memikirkan akan bagaimana perasaannya sewaktu itu, aku hanya menghindari pertengkaran yang mungkin akan terjadi dengannya ketika ia tahu kalau aku bertemu kamu. Sedang untuk membatalkan pertemuan denganmu, rasanya hampir tidak mungkin. Karena aku hanya berniat menolongmu untuk menemanimu memperpanjang SIM C mu yang akan habis masa berlakunya. Hanya itu. Karena di Semarang ini, tak ada lagi yang bisa kamu minta tolong selain aku. Walaupun tidak kumunafikkan, ada desir-desir rindu yang sudah sekian lama tak kurasakan saat bertemu kamu. Dengan jilbab ungumu, kau terlihat semakin dewasa dana anggun. Ah, kamu ini memang gadis yang luar biasa. Disaat aku masih sibuk dengan kuliahku yang sepertinya kacau balau, kamu sudah dengan sukses mencapai posisi penting ditempatmu bekerja. Aku kagum padamu.
Setelah siang itu aku menjemputmu di stasiun, dan setelah urusan yang sebenarnya kau mau selesai, aku sungguh tidak ingin cepat-cepat membiarkanmu kembali lagi ke kotamu bekerja. Dengan ragu-ragu yang memenuhi dadaku, kuajak kamu makan. Untungnya kamu tak menolaknya. Dan, kamu tau Adila? Tempat makan sop buntut itu adalah tempat makan favoritku bersama Steffy.
Dan pantas saja dia begitu marah ketika mengetahuinya. Aku seperti lelaki yang ketahuan berselingkuh dengan mantan kekasihnya, cinta pertamanya semasa SMP. Lebih parahnya lagi aku dituduh mengenalkan kebiasaan-kebiasaan baruku padamu. Seperti kesukaanku pada sop buntut, misalnya.
Aku bersikukuh bahwa kita sama sekali tidak berselingkuh Adila. Kita hanya menjalin kembali tali silaturahmi yang sempat putus. Apa salahnya, bukan? Namun Steffy seperti menghakimiku. Dia juga sempat sms kamu, kan Adila? Entah apa isi sms yang dia kirim padamu, mungkin menyakitkanmu. Dan maaf untuk semua yang telah terjadi.
Sampaikan maaf juga kepada tunanganmu, aku tak bisa menepati janjiku untuk hadir pada hari pernikahan kalian bulan depan. Atau kau sudah tidak mengharap kehadiranku lagi? Baiklah, kalau maafku tak cukup untuk memperbaiki hubungan yang sebelumnya sudah membaik, aku akan benar-benar diam sekarang. Kuanggap kita baik-baik saja, bedanya sekarang tak bisa lagi menghubungimu seperti yang sudah-sudah. Doakan juga aku dan Steffy, bagaimanapun dia, kuyakin dia sangat menyayangiku walaupun cemburunya sering keterlaluan dan membuatku serba salah.
Salam bahagia selalu untuk kamu, Adila.
Dari Affandy, mantan kekasihmu ingin terus mengetahui kabarmu.
Ditulis oleh : @enhanhanha
Diambil dari http://ernamardjono.tumblr.com
No comments:
Post a Comment