Menjadi Matahari
Dari mata, indera pertama yang aku amati dari tiap manusia, turun ke hati.
Aku bukan orang yang bisa meramal lewat sepotong gambar. Aku — sepakat dengan kalimatmu sekian hari lalu — lebih menyukai mata bertemu kata. Lalu kita bicara dalam jarak satu depa kurang, tergelak-gelak, meminta waktu tambahan menunda pulang walau pagi belum datang. Itulah mengapa aku memilih kita tidak duduk berhadapan. Mata bulat kecil memesona membuatku berpaling muka. Pelontar lagu-lagu syahdu. Melihat semua dengan cara berbeda.
Mata itu
lingkar tak sempurna beragam titik melahirkan putik,
konstanta yang luput dari ,
padupadan zat-zat kimia bebas sempadan,
nebula tempat singgah perjalanan antarkartika.
Inginku menjadi matahari, bergelincir, tenggelam, setiap hari, terpejam, mengisi jeda tiap sibuk yang kau lewati. Matahari yang sinarnya tak melumat awan mendung masa lalu, tak juga hilang oleh bulan. Bertelut dalam mata bulat kecilmu.
Kapan aku boleh nikmati habis mata itu lagi?
Oleh @caplang untuk @rorolembayung
Diambil dari 30hari.cahyono.com
---
Surat balasan @rorolembayung untuk @caplang
Aku bukan orang yang bisa meramal lewat sepotong gambar. Aku — sepakat dengan kalimatmu sekian hari lalu — lebih menyukai mata bertemu kata. Lalu kita bicara dalam jarak satu depa kurang, tergelak-gelak, meminta waktu tambahan menunda pulang walau pagi belum datang. Itulah mengapa aku memilih kita tidak duduk berhadapan. Mata bulat kecil memesona membuatku berpaling muka. Pelontar lagu-lagu syahdu. Melihat semua dengan cara berbeda.
Mata itu
lingkar tak sempurna beragam titik melahirkan putik,
konstanta yang luput dari ,
padupadan zat-zat kimia bebas sempadan,
nebula tempat singgah perjalanan antarkartika.
Inginku menjadi matahari, bergelincir, tenggelam, setiap hari, terpejam, mengisi jeda tiap sibuk yang kau lewati. Matahari yang sinarnya tak melumat awan mendung masa lalu, tak juga hilang oleh bulan. Bertelut dalam mata bulat kecilmu.
Kapan aku boleh nikmati habis mata itu lagi?
Oleh @caplang untuk @rorolembayung
Diambil dari 30hari.cahyono.com
---
Surat balasan @rorolembayung untuk @caplang
Matahati
Kau tahu aku wanita berpandangan
rabun melihat sesuatu dengan hati sebagai matanya, dan akupun orang yang tidak
pernah mengamini pepatah dari mata turun ke hati karena penglihatan kadang
salah sampai dibenarkanlah oleh hati.
Pada pribadimu yang menenangkan
aku sungguh terpesona, molekul
yang diciptakan Tuhan pada saat mood terbaikNya. Di dekatmu apakah kau dengar ada harmoni hidup paling implisit dari deru serambi jantungku. Sebagian orang memilih diam untuk menikmati perasaannya, sebagian lagi memilih terang-terangan dengan akhir yang entah apa. Mungkin aku pengkhayal paling gila, dengan menuliskanmu saja aku bahagia bagaimana bila suatu hari nanti menjadi bagian dari kebahagianmu. Sesungguhnya aku ingin menjadi sosok nyata pada rangkaian kata indah yang telah kau cipta.
yang diciptakan Tuhan pada saat mood terbaikNya. Di dekatmu apakah kau dengar ada harmoni hidup paling implisit dari deru serambi jantungku. Sebagian orang memilih diam untuk menikmati perasaannya, sebagian lagi memilih terang-terangan dengan akhir yang entah apa. Mungkin aku pengkhayal paling gila, dengan menuliskanmu saja aku bahagia bagaimana bila suatu hari nanti menjadi bagian dari kebahagianmu. Sesungguhnya aku ingin menjadi sosok nyata pada rangkaian kata indah yang telah kau cipta.
Kau tahu bunga yang kau tanam di
tebing dadaku menjelma kelopak yang siap untuk kau ziarahi setiap hari. Lantas
sudah ku persiapkan dan ikat banyak kata sebagai perjumpaan kelak lagi kita,
setidaknya agar bisa bersamamu sedikit lebih lama.. lama.. lalu menjadi selamanya.
Diambil dari nadiarorolembayung.blogspot.com
No comments:
Post a Comment