18 January 2013

Pantulan 7 Inci


Malam tadi, kurasa, aku kembali terluka. Kenapa kubilang ‘kurasa’? Karena aku tak lagi ingat bagaimana rasanya terluka. Bagaimana rasanya sakit. Semuanya campur aduk menjadi satu dalam kehidupanku sehari-hari. Aku menjadi bebal. Kebas. Menjalani hari tanpa berpikir. Lupa bagaimana caranya merasa.

Dan aku tidak tahu harus berbuat apa ketika ada efek kejut yang menjalari jemariku. Sedetik aku merasa ngilu, yang kemudian terpental jauh bersamaan dengan denyar rasa kebas yang menyelimuti.

Kamu tahu, untuk sekian milidetik, nafasku terhenti. Dan yang kuingat kemudian, jemariku mulai mengetuk papan ketik. Berusaha mengetikkan berbagai macam kata yang berdentum di benakku. Tapi di saat yang bersamaan, seluruh perbendaharaan kataku seolah tercerabut dari tempatnya. Terserak di pelataran pikir tak berbentuk. Meninggalkan jemariku menekan tombol acak tak bermakna.

Layar 7 inci di hadapanku menggelap. Membiarkanku menatap bayangan kelabu dari mata berwarna cokelat gelap. Meninggalkanku bersama rasa yang begitu absurd. Ketenangan dibalik ngilu yang mendera. Perasaan kosong yang melegakan dibawah bendung rasa untuk bertahan. Sedetik lebih lama, aku bersirobok dengan bayang mata kelabu. Kabut yang menutup pendar cerah matanya mulai berkondensasi meninggalkan titik air di pelupuknya.

Mungkin benar, ketika mereka bilang tubuh bereaksi lebih cepat daripada perasaan. Secepat dia mengetahui bahwa pemiliknya jatuh cinta, sekilat itu pula dia menyadari bahwa tubuh itu telah sembuh dari luka hatinya. Tetapi perasaan? Dia sadar terakhir. Memaksa untuk berkonsentrasi pada dirinya sendiri. Yang akhirnya hanya meninggalkan luka yang mendalam. Seperti egoisme yang menggerogoti rasionalisme pikir.

Seperti tenang dan kosong melegakan, yang hadir dibalik dentum jantung yang berdebar diserang ngilu.

Aku bosan berteman rasa sakit dan ketidakpastian. Bosan berpegang pada kalimat menenangkan bernada diplomatis yang diberikan oleh hati yang pahit. Bosan berprasangka baik pada perhatian semu yang aku tahu itu hanyalah sisa kacau balau harapan yang terpantul dari jendela kaca orang lain.

Cinta, kapan datang lagi? Aku kangen…


Oleh: @wennyarifani
Diambil dari http://wordsconstruction.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment