Surat (Pem)Balasan
Entah di hati siapa, 16
Januari 2013
Dear Indri,
yang tidak pernah lelah
menunggu sang separuh hati.
Oh, bukan hanya cuaca
hati. Muka juga tampak lebih bersinar, biar keliatan lebih muda dan menjadi
pantas kalo suka sama brondong, In. Eh, aku malah buka aib, ya? Yaudahlah gpp,
daripada nggak ada satupun yang mau buka.
Seandainya kamu tahu,
saat membacanya aku bukan hanya senyam-senyum sendiri. Cengiranku sudah
sepanjang telinga, mataku memicing tajam, tanganku saling mengepal dan otakku
berpikir bagaimana caranya memperlakukanmu dengan cara yang sama. Bukankah aku
teman yang cukup adil, In? *tersenyum palsu*
Entahlah ini skenario
milik Tuhan atau aku hanya memang sedang menuliskan kisah hidup sesuai dengan
kemauanku sendiri. Terkadang, ketika menyadari bahwa kita jatuh hati pada yang
levelnya lebih tinggi, bukankah perlahan-lahan kita menjadi seperti rendah
diri? Begitulah, In. Aku seperti sedang mengagumi seseorang yang hanya pantas
untuk aku kagumi, bukan aku miliki. Dia hanya kumpulan segala sesuatu yang
sempurna, sedangkan aku terkesan biasa saja. Ke manapun kisah ini akan
membawaku, yang jelas aku tidak akan pernah lupa membawa logika dan kenyataan
turut serta. Sebab mereka salah dua yang bisa menamparku seketika.
Kuharap kamu bukan saja
berhenti menengok ke arah belakang. Tapi juga berhenti memberi waktu pada masa
lalu untuk menujumu, sementara kamu hanya akan membiarkan dirimu menunggu.
Ambil saja langkah yang baru, lalu jalani perjalananmu yang akan begitu berbeda
itu, In. Terkadang, bukan sakit hati di masa lalu yang menyebabkan segala air
mata menetes. Tapi kita terlalu pintar mengingat segala kenangan, lalu
menghadirkan kesedihan. Sesekali bahagiakan hatimu, karena kamu pantas untuk
merasakannya, bahkan setiap waktu.
Bilang pada skripsimu,
jangan berjalan terlalu lambat, biar itu menjadi permasalahan kita dalam
bertemu jodoh saja, jangan ikut-ikutan. *JEDEERR*
Masalah London, entahlah.
Aku baru saja mendapat masalah baru yang enggan kuceritakan, baik padamu,
Pefih, maupun sahabat yang lain. Sebab bukankah terlalu sulit untuk
menceritakan kabar buruk? Doakan saja, semoga semuanya akan dilancarkan.
Benarkah kamu ingin melihat langsung senyumku saat membicarakan dia? Bukan
ingin membullyku bersama Pefih, seperti yang selama ini selalu kalian lakukan?
*drama*
Terima kasih, In. Dan aku
tahu, Tuhan juga sudah terlalu baik untuk kita. Kamu pun, berusahalah membuka
mata dan hati. Agar kamu tahu siapa yang hendak datang bertamu ke hidupmu.
Jangan terlalu sering kelilipan masa lalu, In. *ngilang*
Kecupeluk tanpa henti,
Esti
Oleh: @estipilami untuk
@idrchi
Diambil dari:
http://estipilami.tumblr.com/
---
Tentang Hari Ini
Bandung, Januari hari tujuh belas, 2013
Teruntuk,
Esti
Yang paling sewot jika dibilang jagonya mencintai diam-diam.
Hai, kamu..
Sudah sampai mana kangennya? Masih mentok di dia aja? X)
*dikeplak*
Ti, yang selalu aku yakini, hidup memang serangkaian pilihan.
Dan ketika Tuhan mendatangkan seseorang yang baru dalam hidup kita, berarti Tuhan
juga sedang bertanya; akankah ia diizinkan masuk, ataukah tidak?
Sama halnya dengan ia yang ada dalam pikiranmu saat ini. Di
matamu, ia datang lewat sekumpulan kebetulan saja. Padahal kitapun tak pernah
tahu, barangkali memang Tuhan sudah merencanakan segalanya sejak lama. Kamu
hanya perlu menjawab pertanyaan Tuhan; akankah kamu mengizinkan ia masuk ke
dalam hidupmu, ataukah tidak? Akankah selamanya ia kamu anggap sebagai
kebetulan belaka, ataukah menjadi serangkaian rencana yang mengarah kepada kebaikan?
Kamu yang bisa memutuskan, Ti. Tuhan hanya memberi pilihan dan
jalan. Dan aku, bantu mendoakan. :)
Bicara masalah hati, siang tadi aku bertemu seseorang. Kali ini
bukan tentang stock lama. Ini tentang kenalanku sejak semester awal
perkuliahan. Sebut saja namanya Awan. Beberapa jam yang lalu, aku bertemu
dengannya di perputakaan kampus. Dan rasa itu muncul kembali, Ti. Rasa gelisah
yang menyenangkan. Rasa penasaran ingin menyapa, namun lidah terlalu kelu untuk
bicara.
Aku dan Awan pernah berkenalan. Dulu, kebetulan kami satu
kepanitiaan acara kampus. Sejak pertemuan pertama, rasa gelisah itu sudah ada.
Awan seperti punya magnet superkuat pada sekujur tubuhnya. Auranya memaksa
panca inderaku mendekat dan melekat. Pun, hal yang serupa terjadi siang tadi di
perpustakaan. Duh, Ti.. Aku rindu rasa bahagia semu seperti ini. Bersyukur
sekali Tuhan menghadiahkan Awan sebagai santapan hati yang lapar karena sepi.
:p
Ah, ya. Aku turut sedih mengetahui kabar mengenai London-mu. :’|
Tapi, London tak akan ke mana-mana, Ti. Yakinlah, jika memang usahamu menyentuh
lenganNya, Dia pasti memberikan jalan yang lapang. Mungkin doamu belum cukup
kuat menopang usahamu, atau sebaliknya. Tetap percaya, Ti. Jangan menyerah.
Mimpi itu hanya akan menjadi mimpi, jika kita tak pernah total mengusahakannya.
Semangat terus mengejar London! :”D
Yang berencana memimpikan Awan sambil mendoakan kamu sebelum
tidur,
Indri.
Surat balasan dari @idrchi untuk @estipilami
Diambil dari:
http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/
No comments:
Post a Comment