18 January 2013

Semoga Ada Kesempatan Kita Bertemu


Gendukku,
Masmu alhamdulillah masih hidup. Jik urip(1).

Masih cengengesan meski kini sendirian. Masih bisa srat srot sisa oksigen meski udah oplosan dengan bau besi rongsokan, tanah tergenang kelamaan, dan rumput yang amis. Tapi kamu ndak usah kawatir.  Ndak usah pokoknya.

Oh iya. Gimana kamu di sana?? Senang?? Pesawatmu mendarat sempurna ndak?? Padahal kamu takut ketinggian. Mas inget waktu Mas ngajak kamu naik kincir angin. Eh, ndeso. Ck…maksudnya Bianglala. Itu yo ndak tinggi-tinggi amat sebenernya. Tapi kamunya gantholan(2) lengan Mas terus. Hla piye(3)?? Mas sebagai lelaki seneng ki yo wajar to yo. Kesempatan emas itu. Digantholi wong ayu sak ayu-ayune jagad. Sik, Mas tak ngguyu seneng sik(4). Kekekekekekekeke. Udah, sekarang Mas udah mingkem ganteng lagi.  

Nduk,

Maaf Mas ndak bisa nemenin. Ndak bakal Mas bisa naik pesawat yang kamu tumpangi itu. Andai kata Mas nyangkul dari semua sawah di Tambakrejo sampai Tambakudang – anggep aja ini jauh ya Nduk - dan keringetan duit lima puluh ribuanpun, Mas ndak akan bisa. Dasarnya wong melarat. Beda sama kamu. Tapi Mas iklas kamu yang pergi. Asal kamu tetep cinta sama Mas dan terima apa adanya. Ya Mas maklum kalo kamu modif-modif dikitlah apa adanya itu biar nggak apa adanya-apa adanya banget.

Sekarang di sini sepi, Nduk. Sebelah Mas aja bukan orang, melainkan sepatu Ribok tapi cuma sebelah. Peyot. Dulu masih enak. Sebelah Mas kebo. Laler di mana-mana. Tapi mereka menghidupkan suasana. Ndak kayak gini. Pepohonan mati. Makhluk hidup pergi. Gunung rata tanah. Cuma ada laut. Serba air yang nggak keliatan ujungnya di mana.

Mas bingung mau ngirim surat ini gimana biar sampai ke tangan kamu, Nduk. Biar dibaca. Biar kamu ndak lupa ada kenangan bernama Mas di sini. Di Bumi ini. Kenangan yang sekarang rindu pada yang mengenang. Ya kamu yang di sana itu. Yang jauh itu.

Tadinya Mas akan nyemplungin surat ini di laut. Ala-ala message in the bottle gitu. Tapi Mas rasa, air sebanyak ini cuma ada di sini. Di tempatmu yang baru ndak ada. Kalau adapun sedikit. Makanya Mas bakal jemur surat ini aja. Biar tulisannya terserap matahari. Matahari baru yang berganti wajah tuanya.Lalu memancarkannya tepat di ubun-ubun hingga kakimu, hangat awalnya lalu kelamaan menjadi panas membara, menggelora.

Semoga saat peradaban perlahan terbangun, ada kesempatan untuk kita ketemu ya Nduk.Pesawatmu balik lagi sebagaimana seharusnya. Yah….mungkin saat itu kamu udah milik orang lain. Ya ndak papa, Nduk. Realistis itu boleh kok. Kalau di sebelah Mas ada yang secantik kamu dan bukan sepatu Ribok peyot ini mungkin Mas bakal………bakal……..meluk sepatu Ribok deh. Kekekekekekekekekekekekeke.

Kecup kangen Masmu dari Bumi.

Yang hatinya terus bicara, “Padahal PLN sudah ndak ada. Kenapa kita masih kepisah jutaan tahun cahaya??

I lope yu, Nduk.



1 masih hidup

2 menggamit kencang

3 Ya mau gimana??

4 mau tertawa senang dulu

Oleh @ildesperados
Diambil dari http://abracupa.posterous.com

No comments:

Post a Comment