18 January 2013

Surat #DuaHati @penagenic dan @elwa_


Sengketa Rindu Dari Kejauhan


Saat menuliskan ini, aku merasa sangat bahagia. El tahu kenapa? Ada beberapa kalimat yang harus kupetik dari surat yang kau kirimkan kemarin.
Aku tidak akan mengucapkan, "Aku masih mencintaimu", karena aku tidak pernah berhenti melakukannya, sejak pertama hati kita rebah di genggaman yang sama.
Rinduku perlahan pudar membaca itu. Beberapa detik terpejam. Aku mengingat hari ini seperti aku mengingat hari ulang tahunmu, juga hari pertama kita bertemu, dimana senyum dan seluruh gerakmu menjadi bahan terbaik yang tak pernah bosan aku pikirkan.

El, sejujurnya saat ini aku ingin merayakan rasa ini bersamamu. Dengan makan malam di tempat kesukaanmu, atau sekedar menyusuri jalanan kota, menikmati hujan dengan berbagi cerita tentang apa yang sudah kita lakukan seharian. Aku ingin melihat kebiasaan lucumu, memercikkan air kecil-kecil dari pipet minumanmu ke wajahku.
Harus malam ini! Tak boleh besok, lusa ataupun kapan. Sebab, mencintaimu selalu kulakukan sekarang, apa adanya, semestinya dan semoga seterusnya. Namun jarak...
Ah, inilah hal yang paling kubenci dari jarak!!

Setelah beberapa bulan aku disini, tak ada lagi sidik jari yang biasa dihafalkan kulit pipiku. Tak ada lagi cubitan-cubitan kecil di pinggangku ketika aku ngebut di jalanan, seperti kebiasaan yang El lakukan saat kuboncengkan. Bangku kiri yang selalu kosong saat berangkat dan sepulang kerja, kerap membuat aku muak pada apa yang bernama "Tugas".

Apakah ini siksa sementara untuk kita? Agar kita semakin paham bahwa kita memang saling membutuhkan? Kamu nyaman dengan jarak ini, El? Aku butuh jawaban atas pertanyaan ini, Sayang...
Jika boleh kugambarkan rinduku padamu, sama halnya saat kamu terpejam. Betapa besarnya hingga kau tak dapat melihat apa-apa. Beberapa cerita yang berhasil kuloloskan dari tawamu, tak ubahnya ludah pahit yang terpaksa harus kutelan.

El, di bagian akhir suratku kali ini, aku ingin sekali lagi mengatakan bahwa aku rindu menatap bola matamu yang selalu mampu menunda gerimis, suara tawamu yang menyerupai lantunan doa untuk bahagiaku, juga pelukanmu yang kerap menyediakan tempat lapang bagi dadaku. Aku mencintaimu layaknya izin semesta yang menurunkan hujan.
Disana, tetaplah menjadi bagian terbaik yang bersedia menampung dan merawat seluruh sisa usiaku, kelak...

Dari lelaki yang tak pernah bosan mencintaimu... I Love You :*
Di luar kata-kata yang kutulis disini, aku menelanmu sebagai manis yang dikandung madu. Bergeraklah di tubuhku sebagai hal yang selalu dimohon oleh nadiku.


Oleh: @penagenic untuk @elwa_


---



Oase Rindu.


Hai, Pen...
Kamu memulai surat ini langsung dengan pancingan nostalgia. Nakal ya. Aku jadi merindukanmu lebih dari yang sudah ku lakukan.
Hari pertama kita bertemu? Bagaimana kumalnya aku sepulang kerja ditambah kehujanan pula ke acara teman kerjaku yang ternyata teman SMA kamu itu? Hahaha, aku hampir tidak mau ikut kau tahu? Kalau tidak karena ancamannya yang gila itu, kau tahu sendiri bagaimana dia kalau sudah punya mau. Keukeuh ceuk urang teh. Ya Tuhan, aku mengingat lagi rambutku yang lepek minta ampun saat itu. Hahaha. sungguh mengherankan kamu bisa jatuh cinta padaku hingga saat ini, Pen. Mungkin kamu gila? Hahaha.

Sial, kamu jauh saja membuatku tertawa hanya dengan sepenggal kenangan.
Oase kecil menggenang pada pelupuk mataku kini. Hal lucu tentang sebuah kenangan, terasa begitu dekat namun sebenarnya sudah lewat berapa masa dan hanya berputar-putar seperti sebuah piringan hitam usang pada kepala. Satu-satunya hal yang menyakitkan dari kamu adalah, aku hanya bisa merengkuhmu dalam kenanganku. Aku hanya bisa menghirup sisa-sisa aromamu yang tertinggal pada jaket yang ku bawa terakhir kali kita bertemu. Sudah, hanya sebatas itu. Cukup untuk persediaan hingga pertemuan berikutnya.

Kita sedang dalam perayaan, sayang, perayaan bersama melalui tarian aksara. Melalui kenangan-kenangan yang terajut indah di dalam masing-masing kepala, parade riuh hingga hati. Tentang hari-hari yang kita lalu, jalan-jalan di mana serpihan kita masih mengkristal jelas di tiap sudutnya. Kita sedang bersulang dengan cara kita sendiri sayang, menuang ingatan dalam gelas tinggi bernama penantian kemudian kita bersulang dengan udara. Menyesap, menikmati manis pada lidah dan tetap tinggal di sana hingga oase pelupuk mata kita tak lagi kecil dan runtuh. Manis menjadi terasa sedikit asin. Rasa laut yang memisahkan kita 100 Kilometer jauhnya.
Seandainya tangisku meluruhkan samudera, aku rela menguras air mata yang tersisa hingga waktu bertemu denganmu tiba, Pen. Sungguh.

Tidak sayang, ini bukan siksaan. Jangan begitu, nanti kamu malah terbeban dan ingin cepat-cepat mengakhiri jarak yang sebenarnya tak buruk-buruk amat ternyata. Walaupun aku harus menabung rindu lebih banyak, walaupun aku harus menangis lebih sering ketika malam-malam aku merindukanmu dan harus menguburkan kenyataan bahwa kamu tak dapat ku temukan nanti ketika pagi menyingsing. Tak ada kamu lagi yang merecoki cangkir kopiku karena milikmu sudah lebih dulu tandas. Tapi aku mencintai kamu dan jarak kita. Jarak adalah cara Tuhan mendekatkan kita, dan memperkenalkan tentang sebuah pelukan pun pertemuan yang jauh lebih indah dari biasanya. Jangan goyah ya sayang. Kita adalah pembenci pun pecinta jarak, antara kepalamu dan kepalaku mungkin sejauh arak-arak awan sepanjang samudera. Namun aku tahu, antara hati kita hanya berjarak ruang kosong pada jemari yang menunggu digenggam lagi pada waktunya.

Pen,
Kamu benar-benar menyebalkan. Aku merindukan kamu.
Aku sangat merindukan kamu sekarang. Ah. Kamu menyebalkan.


Surat balasan dari @elwa_ untuk @penagenic
Diambil dari: http://brainelstorm.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment