Dear, kamu sadar ga sih.
Berkat kamu, aku jadi istri.
Kalau ga sama kamu, sama siapa lagi aku bisa menikah?
Yang lain langsung kabur aja gitu pas aku mulai baca syarat-syarat jadi pasanganku.
Kata mereka, aku berlebihan.
Satu, aku ga mau ada kekerasan di rumah kita. Tidak pukul, tidak lempar barang, tidak ada kata kasar.
Dua, aku ga mau punya anak sampai aku siap. Kamu rela menunggu, bahkan berdiri tegak melindungi saat keluarga dan teman-teman kita mulai bertanya soal anak.
Belakangan, aku yang menyerah, berbaring telentang, siap ditanami benih. :)
Tiga, aku ga mau berhenti kerja. Aku mau kerja terus. Mau jajan pake uang sendiri. Aku ga tahan di rumah seharian.
Lalu, setelah anak kita lahir, aku menelan ludahku sendiri. Tinggal di rumah seharian, tak mau kemana-mana. :)
Empat, jangan suruh aku membersihkan rumah sendirian. Rumah punya berdua, tinggal sama-sama, harusnya membersihkan juga sama-sama.
Tapi, dengan senang hati aku bersih-bersih. Siap menyambut kamu malam ini, di seprai yang baru diganti. :)
Lima, aku bukan koki, aku enggan masak, beli saja, toh kita punya uang.
Sekarang aku masak setiap hari, dan kamu selalu rela kalau disuruh icip-icip masakan coba-coba. :)
Dari banyak syarat, cuma satu yang ga berubah dari dulu.
Dan kamu, masih tepat janji sampai sekarang.
Makasi ya, dear.
Berkat kamu, aku bisa jadi istri,
yang bahagia.
Oleh @atemalem
Sumber: http://rehatemalem.wordpress.com
No comments:
Post a Comment