07 February 2013

Untuk Ayah


Surat ini kubuat sore hari untuk ayah.

Ayah, semalam kamu sempat membuatku khawatir. 
“Bokap lagi di rumah sakit. Kata dokter pembuluh darah ke jantungnya pecah.”
Deg. Aku sedang dalam perjalanan setelah bekerja. Aku menangis sejadi-jadinya. Semula masih kutahan, tapi tak bisa. Di angkot itu beberapa orang memperhatikanku, aku tak peduli. PIkiranku melayang-layang pada sosokmu. Aku belum sanggup kehilanganmu.

Pikiran buruk terus bergelayut. Aku menerobos rintik hujan agar cepat sampai di rumah sakit. Dalam hati aku terus berdoa, memohon keselamatanmu, mukjizat dari-Nya. Dalam pikiranku terus berpikir mengapa ini bisa terjadi. Tapi tentu saja bisa, Tuhan yang menentukan, umur tak bisa ditebak kan Ayah? Seperti katamu, kita cuma numpang hidup di dunia. KIta tak punya apa-apa. Bahkan nyawa yang kerap kita aku-aku milik kita, sebenarnya bukan milik kita. Semua milik-Nya. Maha Segalanya.

Perjalanan semalam telalu lama bagiku. Aku ingin segera sampai dan ingin tahu bagaimana keadaanmu. Aku memasuki rumah sakit itu, melongok ke ugd, mencari sosok yang kukenal. Tidak ada, aku menelusuri koridor rumah sakit, Ayah. Mataku tertuju pada sosokmu. Duduk berdua dengan adik, dengan wajahmu yang kuyu. Ah, alangkah gembira hatiku melihatmu masih terduduk begitu. 
“Pasti gara-gara rokok!” kataku
Kalimat itu yang pertama keluar dari mulutku. Aku gembira melihatmu dalam kondisi yang terbilang masih baik, tapi aku juga sebal. Ayah terlalu keras kepala. Bila kami, anak-anakmu mengomel karena rokok, ayah tak pernah menggubrisnya. 

Ayah, jagalah kesehatan.  Kami terlalu cinta Ayah, tak sanggup kehilanganmu. 

Oleh @hutamiayu
Diambil dari http://hutamiayu.tumblr.com

No comments:

Post a Comment