Ibadah Baru
Nona Meta,
Saya tidak akan mengaku
bahwa saya mengerti semua masalah nona. Saya juga tidak ingin meyakinkan nona
bahwa semua akan baik-baik saja. Namun, semua masalah nona adalah pengalaman
khusus yang diserahkan kepada nona untuk diselesaikan.
Maaf jika saya lancang
seperti menasihati, beberapa hari ini saya merenung. Iya, saya merenungkan
sedalam-dalamnya kata-kata nona di surat sebelumnya. Tentang kejenuhan, tentang
penunjukan diri anda sendiri terhadap anda atas segala kesalahan, tentang
pemaksaan-pemaksaan kehendak yang anda kira orang-orang lakukan kepada anda.
Nona,
Tidakkah setiap orang
menginginkan ruang untuk dirinya sendiri? Tidakkah semua orang merasa memiliki
hak untuk mengatur keberadaannya di dunia? Selama hampir sepuluh tahun, saya
memilih untuk menjadi diri saya sendiri dan menyenangkan diri sendiri, nona.
Saya tidak pernah menyesal, karena ini pilihan saya. Nona sudah pernah
mencobanya, dan saya melihatnya setiap hari. Nona adalah nyawa toko nona.
Orang-orang di dalamnya–Joko, karyawan-karyawan nona–berkerja dengan bahagia di
sana. Di setiap mata mereka ada api yang lebih hangat dari api di tungku-tungku
yang mereka aduk.
Saya senang sekali
bagaimana nona menggambarkan hubungan nona dengan kue-kue tersebut. Saya pun
merasakannya. Seperti yang bagi saya, bernyanyi adalah ibadah. Pada setiap
gesekan gitar saya, dan nada-nada yang berhasil saya dengungkan jadi irama,
saya merasakan tuhan. Pada nyanyian-nyanyian gadis-gadis kecil dan
genggaman-genggaman setiap pasangan yang lewat setiap saya menyanyikan lagu
mereka, saya merasakan cinta. Membersihkan setiap bagian gitar saya, seperti
merawat kekasih. Berolah raga setiap pagi untuk menjaga nafas dan jangkauan
nada saya, jadi bagian setiap ibadah saya. Saya tidak peduli jika mereka bilang
saya pengamen sunyi. Apa yang saya rasakan setiap hari bukanlah kesunyian. Saya
merasakan bahagia setiap menghibur mereka, mungkin hal itu pernah nona rasakan
juga.
Namun perbedaan kita
adalah, saya sebatang kara; nona punya keluarga. Saya hanya bertanggung jawab
kepada diri saya sendiri, nona punya ikatan yang harus nona jaga. Dan saya
pikir ikatan itu seperti sarang laba-laba, sementara nona kupu-kupu yang
terperangkap menempel. Nona bisa saja meronta pergi, namun nona malah menunggu
mati. Tidak, Nona. Saya bukan ingin menghasut. Hanya menyayangkan, sebuah toko
kue yang berhasrat sepertinya akan berubah menjadi pabrik yang dikelola
robot-robot. Pasti bukan itu yang nona mau.
Dan, nona sudah bertunangan.
Bagaimana pun, dari
dalam lubuk hati saya yang paling dalam, saya mendoakan yang terbaik bagi
hubungan nona. Dalam setiap hubungan, pastilah selalu ada masalah yang
mengguncang. Untuk wanita sedewasa nona, hal-hal seperti ini sudah bukan
rahasia hidup lagi. Hal ini adalah hal-hal yang musti dihadapi. Semoga scarf
yang kembali ke tangan nona tersebut, bisa merekatkan kembali nona dengan
tunangan nona.
Nona, surat ini saya
tulis dengan senyum yang dipaksakan. Sungguh sulit sekali menerima bahwa anda sudah
bertunangan, namun lebih sulit lagi untuk tidak menulis kepada nona. Seandainya
saya bisa jadi orang yang melindungi nona, atau meyakinkan nona bahwa semua
akan baik-baik saja, atau melindungi nona dari kekhawatiran akan hal-hal yang
mengancam kebahagiaan nona. Untuk sekarang ini, biarkan saya jadi kertas,
tempat nona menumpahkan kata-kata. Dan nona tahu, bahwa setiap kata yang nona
tuliskan, akan selalu mendapatkan tempat di pikiran saya. Membaca nona, kini
jadi ibadah tambahan untuk saya.
Salam,
Pecandu kata-katamu,
Agni
Oleh: @commaditya untuk
@JiaEffendie
Diambil dari:
http://commaditya.tumblr.com/
---
Bukan Pusat Dunia
Tuan Agni,
Saya merenungkan surat
Anda lama sekali. Semoga Anda tidak jadi gelisah menantikan kehadiran surat
saya di tangan Anda. Sekarang setelah saya merasa lebih baik, saya malah
menganggap sikap saya kemarin itu berlebihan. Kita hidup di dunia ini dibebani
oleh harapan-harapan dari orang lain. Namun, beban itu sesungguhnya tidak boleh
dijadikan beban, karena kita juga berharap pada orang lain dan membutuhkan
bantuan mereka. Setidaknya saya, saya masih membutuhkan sesuatu dari
orang-orang di sekeliling saya, bahkan orang asing sekalipun.
Merenungkan kembali
segala yang terjadi, lalu surat dari Anda, membuat saya menyadari betapa saya
egois, menginginkan segalanya berjalan sesuai dengan cara dan keinginan saya.
Saya lupa, saya bukan pusat dunia, dan bukan begitu cara dunia.
Tentu saja, tunangan
saya benar. Orang-orang di sekeliling saya benar. Ibadah saya mencicipi kue setiap
memanggang, tiba-tiba terasa konyol jika dipikir-pikir lagi. Tentu saja, tidak
ada salahnya mencicipi kue yang baru keluar dari oven. Namun, jika saya
menjadikannya sebagai cara saya bersembahyang, konyol sekali. Barangkali saya
perlu pelipur dari luka-luka lama yang saya rasakan, tetapi saya membawanya ke
arah yang salah.
Saya membaca surat Anda
berkali-kali, sampai kertasnya lecek. Saya meresapinya, dan saya berterima
kasih. Toko saya akan tetap buka dan saya tidak akan menjadikannya pabrik kue tempat
para pekerjanya bekerja seperti zombie. Saya akan tetap membuat kue, tetapi
bukan dari kepahitan. Saya ingin orang-orang yang memakan kue saya merasakan
hangat dan bahagia, bukan mencicipi pahit hidup saya.
Agni,
Pernikahan kami
dibatalkan. Kami tidak berhasil menemukan titik temu, dan kami tidak lagi
memiliki alasan untuk tetap bersama. Tidak apa-apa, barangkali itu cara semesta
memberi tahu, ada yang lain yang lebih baik untuk saya.
Undangan saya masih
berlaku. Saya ingin mendengar Anda memetik gitar sambil menyanyi, dan saya akan
menghidangkan sepotong kue kecil yang manis, dan sedikit pahit. Seperti halnya
hidup.
Salam,
Meta
Surat balasan dari
@JiaEffendie untuk @commaditya
Diambil dari:
http://metanikalanta.tumblr.com/
No comments:
Post a Comment