07 February 2013

Surat yang Seharusnya Terkirim Kemarin…


Dear, Rayhan…

Apa kabar? Apa kau masih suka melihat rembulan, Ray? Apakah kau masih menginspirasi banyak orang dengan kisah hidupmu? Kuharap begitu. Kuharap kau masih belum lelah membuat kami sadar bahwa hidup sejatinya hanya memiliki satu rumus: semua urusan adalah sederhana. Bukan begitu?

Ray, apa kau tahu kapan pertama kalinya aku mengenalmu? 05 Februari 2011. Waktu itu tanteku mengajakku ke toku buku dan menyuruhku memilih satu novel untuk dibeli. Pilihanku saat itu langsung tertuju padamu, Ray! Dan sungguh merupakan kebetulan juga … hari ini, 05 Februari 2013 aku menuliskan sebuah surat untukmu. Surat yang mereka bilang merupakan surat cinta.

Kau adalah orang yang beruntung, Ray. Amat beruntung. Kenapa aku lancang sekali menyebutmu begitu? Karena kau mendapat kesempatan hebat itu, kau mendapat kesempatan untuk mengetahui lima jawaban atas lima pertanyaan terbesarmu dalam hidup. Lima pertanyaan yang selama kauhidup selalu menghantui langkahmu dan akan dijawab oleh seseorang dengan raut wajah arif dan menyenangkan.

Apa pertanyaan pertamamu? Kenapa kau harus menghabiskan masa kanak-kanakmu di panti asuhan menyebalkan itu, bukan? Kenapa kau harus melalui masa kanak-kanak yang seharusnya menyenangkan justru di tempat paling kaubenci sepanjang hidupmu.
Pertanyaan keduamu? Apakah hidup ini adil? Benar, kan?

Dan inilah pertanyaan ketigamu, bukan …? Kenapa langit tega sekali mengambil istrimu? Kenapa takdir menyakitkan itu harus terjadi?

…ternyata setelah sejauh ini semuanya tetap terasa kosong, hampa. Ternyata semua yang kau miliki tidak pernah memberikan kebahagiaan seperti yang pernah kau dapatkan bersama istrimu, padahal kau memiliki segalanya, memiliki banyak. Begitu kan pertanyaan keempatmu?

Dan pertanyaan terakhirmu … kenapa kau haris sakit berkepanjangan? Kenapa takdir sakit itu mengungkungmu di usiamu yang tidak lagi muda …

Dan kau tahu, Ray? Apa KAU TAHU? Saat mengetahui kelima jawaban itu pun aku ikut menangis. Hatiku melebur. Semua penjelasan itu… semua kisah-kisah itu seakan menampar hidupku, Ray! Betapa piciknya kehidupanku selama ini. Diar, Natan, Ilham, Bang Ape, Pele, istrimu (si gigi kelinci), Rinai, semuanya menamparku dengan pemahaman hidup mereka, Ray. S e m u a n y a. bagaimanalah aku tidak akan menangis saat mengetahui hidupmu. 

Bagaimanalah…

Bahkan mungkin rasanya aku lebih picik dalam memandang kehidupan ini daripada engkau. Aku sungguh jauh lebih picik daripada kau. Terima kasih, Ray. Terima kasih untuk semua pemahaman itu. Terima kasih. Sungguh terima kasih. Kau mengajarkanku banyak. Kau memberiku banyak melalui kisah hidupmu. Aku sungguh beruntung bisa mengenal Diar, Natan, Istrimu, Ilham, Bang Ape, Pele, dan semua orang hebat itu lewat hidupmu. Aku sungguh beruntung. Sekali lagi terima aksih, Ray. Dan … maukah kau sampaikan terima kasih dariku untuk seseorang yang dengan sangat apik menuangkan hidupmu dalam buku Rembulan Tenggelam di Wajahmu itu? Maukah kau? Iya… siapa lagi kalau bukan untuk Tere Liye. Tolong sampaikan terima kasihku pada beliau yang telah mencerahkan hidupku lewat tulisannya tentang engkau. 

Tertanda,

Aku-yang-masih-harus-belajar-banyak


Oleh @ulyauhirayra
Diambil dari http://ulyauhirayra.wordpress.com/

No comments:

Post a Comment