07 February 2013

Kafe De Rastra


Untuk kamu yang telah mencuri perhatianku sejak dua bulan lalu,

Diantara selipan secangkir kopi, aku mengirimimu secarik surat berisikan pesan rahasia yang siap untuk kau nikmati. Apakah sapaanku mengejutkanmu? Maaf, tapi bukankah untuk jatuh cinta tidak butuh aba-aba? Selama dua bulan ini, aku diberi pekerjaan untuk mengamatimu oleh hati. Setiap pintu kayu bertuliskan “Kafe De Rasta, gudangnya sejuta rasa” mulai terbuka pukul enam kurang lima, aku pun tahu pria kesukaanku telah tiba. Tiba-tiba waktu terasa begitu penting untukku, karena hanya pada saat itulah korneaku berkesempatan menangkap banyak peristiwa tentangmu disitu. Tiba-tiba kehadiranmu menyempurnakan setiap hari-hariku. Tiba-tiba duniaku sesederhana itu bisa bertumpu padamu.

Ah, tapi cinta tak selalu menghadirkan senyuman-senyuman yang membahagiakan. Kadang kecewa terlalu cepat tiba sebelum ada lagi kelanjutan cerita. Tepatnya seminggu lalu, ketika kehadiranmu tak kunjung tiba. Aku bertanya-tanya pada semesta. Karena entahlah harus kemana lagi aku bertanya. Tak ada yang bisa disalahkan atas ketidaktahuan dan keamatiranku sebagai pemerhatimu selain cinta yang menurunkan sifat pemaluku saat jatuh cinta kepadamu. Rasanya nyaman untuk berada diseberangmu mejamu setiap hari tanpa harus menyodorkan tanganku untuk berkenalan denganmu. Itukan pemandangan terindah yang dihadiahkan Tuhan? Aku cukup menikmatinya sampai kemarin sore saat kedua sepatu kulitmu menapaki lantai Kafe De Rastra dan membawa seorang wanita. Untuk sekedar sahabat, tanganmu sudah merangkulnya terlalu erat. Untuk seorang adik, aku memperhatikan perbedaanmu saat melirik matanya. Untuk seorang teman biasa, pantaskah kata-kata ‘sayang’ kau lontarkan padanya?

Tak seharusnya memang aku menakar-nakari kelakukanmu. Tak seharusnya aku bertingkah cemburu seperti ini. Tapi begitulah cinta yang hadir tiba-tiba, yang mendesak bibirku untuk menutup perasaan ini  sebagai rahasia aku dan Pencipta saja. Bukan mauku, tapi begitulah mungkin seharusnya. Hari ini aku sengaja meninggalkan Kafe De Rastra pukul enam kurang lima belas. Aku ingin mengintip dari jendela di sebelah kananmu saat kau membaca suratku. Setidaknya, aku lega sudah tak lagi menyimpan rahasia. Setidaknya, saat kau membaca surat ini aku takkan berhenti takkan berlari dan takkan mundur kembali. Aku akan maju meski entah kemana, tapi mungkin bukan kamu arahnya. Kafe De Rastra ini terlalu manis. Tugasnya sudah selesai untuk mempertemukan kita. Selamat menjalani percintaanmu dengan dia. Mungkin aku akan berdoa pada Tuhan agar dia bisa menjagamu dengan baik. Tersenyumlah selalu, kau takkan tahu ada perempuan asing yang telah jatuh cinta dengan senyumanmu.

Jika kita berjodoh untuk dipertemukan, semoga kita berjodoh juga untuk dipersatukan. Entah kapan, tapi jika memang semoga kita bisa jatuh cinta bersamaan. Agar tak ada lagi rasa sakit tak seimbang yang salah satu rasakan.


Oleh @lovepathie
Diambil dari http://lovepathie.tumblr.com/post/42422881697/kafe-de-rastra

No comments:

Post a Comment