Rabu,
Aku teringat dengan seseorang yang saat itu pernah mengisi hidupku begitu singkatnya. Aku sangat senang dipertemukan dengannya saat itu. Ketika tidak ada perempuan yang bisa mengisi hatiku dengan nyaman, dia hadir dengan senyumannya yang manis.
Saat itu aku masih duduk dibangku kelas satu menengah keatas. Aku satu kelas dengannya, dan aku belum menyadari kehadirannya. Lalu pada ketika ada sebuah even musik, aku dan teman-temanku yang lain hadir, termasuk dia. Lalu dari situ kita mulai dekat dan kita menjadi teman baik.
Rabu, aku ingat saat kepalanya terkulai lemah tepat dibahuku, aku ingin sekali mengusapnya, tapi aku tidak berani, karena saat itu dia begitu lemah dan kedinginan. Aku ingin sekali memeluknya, tapi aku menahan diriku untuk tidak melakukannya.
Aku ingat saat kita terus bersama tanpa hubungan apapun, saat itu memang begitu menyenangkan. Apalagi saat kita berdua pulang bersama, rasanya pelajaran di sekolah yang begitu memuakkan terhapus begitu saja.
Aku masih bisa membayangkan begitu jelas saat tangannya menyentuh pinggangku. Kita pulang bersama menaiki motorku, lalu ditengah perjalanan hujan begitu derasnya hingga kita memutuskan untuk menepi. Tapi karena kita berdua malas menunggu hingga hujan reda, kita lebih memilih untuk kehujanan bersama. Canda dan tawa-pun tak luput mengiringi perjalananku saat mengantarnya pulang.
Rabu, ada hari dimana kita kehujanan bersama, dan menurutku itu sangatlah sering. Satu lagi yang aku ingat saat hujan lebat seusai jam sekolah. Aku dan dia memutuskan untuk mampir ke rumah temanku yang tidak begitu jauh dari sekolah. Kita dan yang lainnya kehujanan bersama. dan setelah itu aku memberanikan diri untuk memberi tahu isi hatiku kepadanya.
Aku mencintainya rabu..
Hari pertama kita jadian aku masih begitu kaku terhadapnya, karena itu adalah pertama kali aku memiliki seorang kekasih. Iya rabu.. dia cinta pertamaku. Aku masih begitu malu untuk menggumbar hubunganku didepan teman-temanku. Bahwa aku sebenarnya tahu bahwa mereka juga mengetahuinya saat aku sudah mengubah statusku menjadi berpacaran di facebook.
Hari kedua, kita masih belum dekat, tapi kita terus saling memberikan perhatian satu sama lain walaupun hanya lewat pesan singkat yang tak pernah berhenti aku kirimkan untuknya. Dan saat itu aku masih malu-malu untuk memanggil kata “Aku dan Kamu” secara langsung, tapi aku bisa melakukannya dengan baik saat di pesan singkat itu, yang dimana aku mencurahkan isi hatiku dengan sebenarnya, walaupun tidak dalam bentuk ucapan yang bisa didengar, aku yakin dia tahu bahwa aku sangat menyayanginya.
Rabu, hari ketiga sudah begitu banyak yang mengetahui hubungan kita, bukan hanya teman sekelas, tapi teman-teman di luar kelas juga mengetahuinya. Entah saat itu aku senang atau tidak tentang hubunganku dengannya yang sudah diketahui banyak orang. Karena aku masih begitu malu untuk lebih dekat dengannya di sekolah. Maklum saja rabu, dia cinta pertamaku.
Hari keempat aku berusaha memanggil satu sama lain “Aku, Kamu” tapi saat kita hanya berdua saja. ketika tidak ada orang disekitar, aku begitu nyaman bersamanya, dan aku tidak perlu malu untuk memanggilnya dengan sebutan sayang.
Rabu, hari kelima hubungan kita makin meluas. Bukan hanya satu kelas yang tahu, atau beberapa siswa di kelas lain, tapi ada orang yang juga mengetahuinya, dan orang itu begitu penting untuknya. Dia ibunya rabu.
Jarak diantara kita berdua dihari keenam kian mendekat, rasa malu untuk lebih mengeluarkan rasa sayangku sudah berkurang sedikit. Saat di kelas aku selalu menghampirinya ketika tidak ada guru yang hadir saat jam pelajaran. Dan disitu kita saling mengobrol, bercanda, bahkan temanku yang lain kadang ikut bergabung bersama kita.
Di hari ketujuh rabu, sudah tidak ada kecanggungan lagi didalam diriku untuk bersamanya. Karena aku sudah berusaha keras untuk menjadi lelaki pemberani walaupun aku baru pertama kali pacaran. Aku tidak pernah membaca buku tentang bagaimana cara menghadapi cinta pertama, tapi aku membiarkannya mengalir begitu saja, karena aku mencintainya tanpa paksaan apapun. Dan aku tahu diapun begitu terhadapku. Lalu dihari itu aku menerima sebuah pesan singkat.
Ibunya mengirimiku pesan singkat yang membuat aku risau pada hari kedepalan, dan aku berusaha menyembunyikan itu dihadapannya. Kita hari itu makan berdua dalam satu meja, rabu. Tidak ada yang lebih menyenangkan saat kita berdua makan bersama. Aku ingin terus merasa sebahagia itu, tapi hal lainpun mengusik pikiranku. Ibunya tidak berhenti mengirimiku pesan singkat. Aku selalu membalasnya.
Hari kesembilan aku seolah-olah sudah makin dekat dengannya rabu. Aku sudah tidak mempunyai rasa malu lagi. Bahkan sepulang sekoalah kita sempat berpegangan tangan. Aku sangat sangat bahagia saat itu. Akhirnya perasaanku mengalir begitu derasnya, aku sangat mencintainya, dan perlahan aku bisa menunjukannya melalui tingkah laku walaupun dalam hal-hal kecil. Saat di dalam bus, aku membicarakan mengenai hal yang membuatku risau, tentang keadaan kita yang telah diketahui oleh orangtuanya. Menurut gosip yang beredar, ada temanku yang dikelas yang memberi tahu hubungan kita ke ibunya, rabu. Saat aku mengatakannya, kita berdua sempat diam satu sama lain. Akhirnya aku mencoba mengalihkan pembicaraan, karena aku tahu dia juga tidak mau membahasnya. Rabu.. setibanya di rumah aku masih memikirkan pesan singkat dari ibunya. Aku masih mengingatnya begitu jelas..
Tolong jauhi dia, karena dia sudah ada yang pantas memilikinya. Kamu masih terlalu kecil untuk mengerti apa artinya cinta. Lebih baik kamu tinggalkan dia, masih banyak perempuan lain yang bisa kamu miliki.
Begitulah seingatku. Aku tidak mengerti apa yang aku harus lakukan rabu. Seusai solat ashar aku berdoa dan meminta petunjuk, akhirnya aku memilih sebuah keputusan yang akan mengubah hidupku selamanya.
Aku memutuskannya..
Itulah yang aku ingat Rabu..
Sembilan hari yang menurutku sangat berarti. Dan hingga kini aku tidak pernah lagi mengalami cinta seperti itu. Bukan hanya itu, bahkan untuk melupakannya saja aku membutuhkan waktu hingga tiga tahun lamanya.
Karena aku sangat mencintainya, rabu. Dan hari dimana aku memutuskannya, airmataku tidak berhenti mengalir, aku selalu berdoa yang terbaik untuknya.
Rabu..
Sekian suratku kali ini, terima kasih sudah menjadi pendengar sekaligus sahabatku yang baik.
Aku mencintaimu rabu, seperti ketika aku mencintainya.
oleh @skandarwhe
diambil dari http://thisismyshortstories.blogspot.com
Aku teringat dengan seseorang yang saat itu pernah mengisi hidupku begitu singkatnya. Aku sangat senang dipertemukan dengannya saat itu. Ketika tidak ada perempuan yang bisa mengisi hatiku dengan nyaman, dia hadir dengan senyumannya yang manis.
Saat itu aku masih duduk dibangku kelas satu menengah keatas. Aku satu kelas dengannya, dan aku belum menyadari kehadirannya. Lalu pada ketika ada sebuah even musik, aku dan teman-temanku yang lain hadir, termasuk dia. Lalu dari situ kita mulai dekat dan kita menjadi teman baik.
Rabu, aku ingat saat kepalanya terkulai lemah tepat dibahuku, aku ingin sekali mengusapnya, tapi aku tidak berani, karena saat itu dia begitu lemah dan kedinginan. Aku ingin sekali memeluknya, tapi aku menahan diriku untuk tidak melakukannya.
Aku ingat saat kita terus bersama tanpa hubungan apapun, saat itu memang begitu menyenangkan. Apalagi saat kita berdua pulang bersama, rasanya pelajaran di sekolah yang begitu memuakkan terhapus begitu saja.
Aku masih bisa membayangkan begitu jelas saat tangannya menyentuh pinggangku. Kita pulang bersama menaiki motorku, lalu ditengah perjalanan hujan begitu derasnya hingga kita memutuskan untuk menepi. Tapi karena kita berdua malas menunggu hingga hujan reda, kita lebih memilih untuk kehujanan bersama. Canda dan tawa-pun tak luput mengiringi perjalananku saat mengantarnya pulang.
Rabu, ada hari dimana kita kehujanan bersama, dan menurutku itu sangatlah sering. Satu lagi yang aku ingat saat hujan lebat seusai jam sekolah. Aku dan dia memutuskan untuk mampir ke rumah temanku yang tidak begitu jauh dari sekolah. Kita dan yang lainnya kehujanan bersama. dan setelah itu aku memberanikan diri untuk memberi tahu isi hatiku kepadanya.
Aku mencintainya rabu..
Hari pertama kita jadian aku masih begitu kaku terhadapnya, karena itu adalah pertama kali aku memiliki seorang kekasih. Iya rabu.. dia cinta pertamaku. Aku masih begitu malu untuk menggumbar hubunganku didepan teman-temanku. Bahwa aku sebenarnya tahu bahwa mereka juga mengetahuinya saat aku sudah mengubah statusku menjadi berpacaran di facebook.
Hari kedua, kita masih belum dekat, tapi kita terus saling memberikan perhatian satu sama lain walaupun hanya lewat pesan singkat yang tak pernah berhenti aku kirimkan untuknya. Dan saat itu aku masih malu-malu untuk memanggil kata “Aku dan Kamu” secara langsung, tapi aku bisa melakukannya dengan baik saat di pesan singkat itu, yang dimana aku mencurahkan isi hatiku dengan sebenarnya, walaupun tidak dalam bentuk ucapan yang bisa didengar, aku yakin dia tahu bahwa aku sangat menyayanginya.
Rabu, hari ketiga sudah begitu banyak yang mengetahui hubungan kita, bukan hanya teman sekelas, tapi teman-teman di luar kelas juga mengetahuinya. Entah saat itu aku senang atau tidak tentang hubunganku dengannya yang sudah diketahui banyak orang. Karena aku masih begitu malu untuk lebih dekat dengannya di sekolah. Maklum saja rabu, dia cinta pertamaku.
Hari keempat aku berusaha memanggil satu sama lain “Aku, Kamu” tapi saat kita hanya berdua saja. ketika tidak ada orang disekitar, aku begitu nyaman bersamanya, dan aku tidak perlu malu untuk memanggilnya dengan sebutan sayang.
Rabu, hari kelima hubungan kita makin meluas. Bukan hanya satu kelas yang tahu, atau beberapa siswa di kelas lain, tapi ada orang yang juga mengetahuinya, dan orang itu begitu penting untuknya. Dia ibunya rabu.
Jarak diantara kita berdua dihari keenam kian mendekat, rasa malu untuk lebih mengeluarkan rasa sayangku sudah berkurang sedikit. Saat di kelas aku selalu menghampirinya ketika tidak ada guru yang hadir saat jam pelajaran. Dan disitu kita saling mengobrol, bercanda, bahkan temanku yang lain kadang ikut bergabung bersama kita.
Di hari ketujuh rabu, sudah tidak ada kecanggungan lagi didalam diriku untuk bersamanya. Karena aku sudah berusaha keras untuk menjadi lelaki pemberani walaupun aku baru pertama kali pacaran. Aku tidak pernah membaca buku tentang bagaimana cara menghadapi cinta pertama, tapi aku membiarkannya mengalir begitu saja, karena aku mencintainya tanpa paksaan apapun. Dan aku tahu diapun begitu terhadapku. Lalu dihari itu aku menerima sebuah pesan singkat.
Ibunya mengirimiku pesan singkat yang membuat aku risau pada hari kedepalan, dan aku berusaha menyembunyikan itu dihadapannya. Kita hari itu makan berdua dalam satu meja, rabu. Tidak ada yang lebih menyenangkan saat kita berdua makan bersama. Aku ingin terus merasa sebahagia itu, tapi hal lainpun mengusik pikiranku. Ibunya tidak berhenti mengirimiku pesan singkat. Aku selalu membalasnya.
Hari kesembilan aku seolah-olah sudah makin dekat dengannya rabu. Aku sudah tidak mempunyai rasa malu lagi. Bahkan sepulang sekoalah kita sempat berpegangan tangan. Aku sangat sangat bahagia saat itu. Akhirnya perasaanku mengalir begitu derasnya, aku sangat mencintainya, dan perlahan aku bisa menunjukannya melalui tingkah laku walaupun dalam hal-hal kecil. Saat di dalam bus, aku membicarakan mengenai hal yang membuatku risau, tentang keadaan kita yang telah diketahui oleh orangtuanya. Menurut gosip yang beredar, ada temanku yang dikelas yang memberi tahu hubungan kita ke ibunya, rabu. Saat aku mengatakannya, kita berdua sempat diam satu sama lain. Akhirnya aku mencoba mengalihkan pembicaraan, karena aku tahu dia juga tidak mau membahasnya. Rabu.. setibanya di rumah aku masih memikirkan pesan singkat dari ibunya. Aku masih mengingatnya begitu jelas..
Tolong jauhi dia, karena dia sudah ada yang pantas memilikinya. Kamu masih terlalu kecil untuk mengerti apa artinya cinta. Lebih baik kamu tinggalkan dia, masih banyak perempuan lain yang bisa kamu miliki.
Begitulah seingatku. Aku tidak mengerti apa yang aku harus lakukan rabu. Seusai solat ashar aku berdoa dan meminta petunjuk, akhirnya aku memilih sebuah keputusan yang akan mengubah hidupku selamanya.
Aku memutuskannya..
Itulah yang aku ingat Rabu..
Sembilan hari yang menurutku sangat berarti. Dan hingga kini aku tidak pernah lagi mengalami cinta seperti itu. Bukan hanya itu, bahkan untuk melupakannya saja aku membutuhkan waktu hingga tiga tahun lamanya.
Karena aku sangat mencintainya, rabu. Dan hari dimana aku memutuskannya, airmataku tidak berhenti mengalir, aku selalu berdoa yang terbaik untuknya.
Rabu..
Sekian suratku kali ini, terima kasih sudah menjadi pendengar sekaligus sahabatku yang baik.
Aku mencintaimu rabu, seperti ketika aku mencintainya.
oleh @skandarwhe
diambil dari http://thisismyshortstories.blogspot.com
No comments:
Post a Comment