Aku tak tahu mengapa orang-orang menyarankanku untuk tak membicarakanmu. Padahal semua manusia selalu kau didatangi. Tak peduli siapa dan seberapa hebat dia di dunia. Beberapa orang mungkin takut saat membicarakanmu yang dianggap sebagai kesesakan. Kegelisahan yang mungkin ada bagi orang yang tak siap bertemu denganmu. Natal kemarin yang aku rasakan penuh kebahagiaan mendadak menjadi luka mendalam saat mendengar kedatanganmu kepada seorang kawan. Kau menjemputnya, Kalian telah berbahagia bersama. Tetapi entah mengapa ada sedikit beda rasa dengan yang aku dan keluarganya jalankan.
Setahun kemarin aku kehilangan tiga orang kawan. Semuanya telah kau jemput dengan alasan sakit yang kadang tidak kupikirkan bahwa akan merenggut nyawa. Kawan-kawanku itu masih di bawah tiga puluhan. Semua orang bilang kau datang terlalu cepat. Tetapi siapa yang sangka. Kenangan tentang mereka, menyisakan senyum dan tawa. Sayangnya tak kuranglah air mata bagi keluarga maupun saudara yang berduka.
Sungguh. Entah kenapa tiba-tiba aku memikirkanmu. Kau, kematian. Kau misteri yang aku pun tak mampu memecahkan. Menjadi berpikir, apakah yang kuperbuat selama ini telah kulakukan dengan baik, terkhusus bagi orang yang membutuhkan? Apakah misi perutusan hidup yang dipercayakan telah kujalankan? Terngiang indera pendengaranku mendengar kalimat “Marilah kita pergi. Kita diutus” dari romo setiap kali selesai misa ekaristi, Memangnya aku sudah menjalankan perutusanku? Kok setiap kali dengan lantang kujawab dengan kata, “Amin”?
Tak ada pikiran untuk bisa mengubah dunia atau menjadi luar biasa. Banyak orang-orang hebat di luar sana dengan kemampuan yang lebih dari yang dipunya. Aku tahu kemampuan yang ada. Hanya ada harapan bahwa apa yang kulakukan bisa memberikan keteduhan. Yang walau hanya seuntara dan sedikit orang saja, tapi memberikan kenyamanan dan arti bagi hidupnya. Hanya yakin bahwa tak semua orang akan nyaman akan apa yang aku lakukan. Seseorang pernah mengungkapkan dan dengan lapang aku coba menerima. Tak berharap bisa mengubah hidup seseorang. Hanya berharap dimampukan menyelesaikan tugas yang ada. Hidup itu sebuah pilihan penuh dengan dilemma. Siapa aku yang mencoba memaksa? Hingga saat semua misiku selesai, senyumku sajalah yang melengkung di wajah sambil melangkah menujumu. Menuju kau yang menjemputku tepat waktu dan menggandeng mesra tanganku.
Jakarta, 9 Februari 2013
Dari aku,
Francessa
Ditulis oleh : @franc3ssa
Diambil dari http://justcallmefrancessa.wordpress.com
No comments:
Post a Comment