Teruntuk kamu, yang mengganggu fikiranku beberapa waktu ini.
Hai Rory, Apa kabar?
Kamu tak perlu mengerenyitkan dahi seperti itu ketika
melihat kalimat pembuka barusan. Aku ingin kamu tersenyum, begitu membaca surat
ini. Senyum yang biasa kamu perlihatkan setiap kali membawakan berita di 811 show.
Aku mengetahuimu semenjak aku terjun di dunia jurnalistik.
Aku yang saat itu berada di desk ekonomi, dan kamu yang berada di desk politik,
tentu tidak akan pernah bertemu. Aku sering mendengar cerita tentangmu melalui
reporter di kantor yang kebetulan pos nya sama dengan kamu, DPR.
Menurut temanku, kamu itu sangat ramah. Kamu selalu
menggunakan kertas minyak untuk membersihkan
wajahmu agar terlihat fresh setiap kali kamu mau live. Iya kan? Kamu juga
sering membantu temanku memegangi
recorder setiap kali doorstop. Aku hanya bisa tersenyum dan semakin penasaran
dengan kamu, ingin rasanya berpindah desk agar bisa satu lokasi, namun itu tidak
akan pernah mungkin. Aku kembali melihatmu di layar kaca saja.
Satu tahun berlalu. Akhirnya aku dipindahkan ke desk
Nasional, dimana terdapat rubrik politik dan hukum. Kebetulan aku memegang politik. Saat
itu aku sudah jarang melihatmu di layar kaca, karena kesibukan yang kita sama-sama tahu, wartawan
sangat jarang memiliki banyak waktu melihat televisi. Aku sangat berharap
sekali bisa berkenalan dengan kamu.
Akhirnya, Tuhan mengabulkan keinginanku. Kita satu tempat
lokasi liputan. Sekali-kalinya. JCC, malam hari, aku yang berada disana sejak pagi, demi
menunggu narasumber yang akan aku wawancara. Kemudian aku melihatmu, malam itu.
iya, kamu. Dan aku sangat-sangat excited saat itu meski lelah tak berkesudahan.
Aku hanya bisa memperhatikanmu dari kejauhan. Kamu yang datang
bersama kameramenmu duduk di kursi beberapa deret dari belakang. Saat itu aku
berada jauh di belakang kamu, dan mengampar di bawah bersama dengan media lain.
Tapi itu bukan penghalang aku untuk tidak memperhatikan kamu. Aku melihatmu
sesekali berbincang dengan kameramenmu, sesekali terlihat asik seraya senyum-senyum
dengan gadget mu, juga beberapa kali wara-wiri di depanku. Pastinya kamu tidak
tahu jika aku perhatikan diam-diam.
Aku yang tidak kuat dengan suhu di dalam gedung JCC, saat
itu memutuskan untuk keluar sebentar menghangatkan tubuh. Aku yang sendirian,
berjalan dan berhenti di lobi. Memperhatikan beberapa awak media tv merah,
serta teman-teman dari media lainnya yang sedang berbincang satu sama lain. Aku
hanya terdiam melihatnya, tanpa ikut gabung bersama mereka. Karena kala itu aku
sudah cukup kepayahan dan seakan energy ku telah habis untuk mengejar menteri
perekonomian.
Tuhan memberikan bonus. Kamu datang, menyalakan rokokmu, dan
aku melihat kamu berdiri tidak jauh dari hadapanku malam itu. Tetapi tetap, aku
hanya bisa memperhatikanmu dari kejauhan. Kamu yang mondar mandir sambil
mengepulkan asap rokok, terlihat sangat menawan. Hmmm, aku tidak berlebihan
kok.
Duar! Kamu datang! Iya! Menghampiriku yang sedang menatap
nanar jalanan basah malam itu. Kamu berdiri di sebelahku dan bertanya apakah
salah satu narasumber yang menjadi pembicara malam itu akan hadir. Speechless,
tentunya. Aku berusaha senyaman mungkin saat itu, agar kamu tidak sadar bahwa
aku nervous. Totally!
Kita berbincang. Sedikit. Sambil menghabiskan rokokmu yang
kulihat tinggal setengahnya itu. Kamu sangat wangi Rory. Aku tidak bisa tahan
dengan laki-laki, yang sudah semalam itu masih menjaga tubuhnya tetap segar.
Aku suka melihat postur tinggi badan kamu. Atletis dan sangat pas. Tapi sayang,
kamu perokok ternyata.
Saat doorstop, dengan tinggi badan yang kamu miliki, untuk
ukuran reporter memang cukup membuat perempuan pendek seperti aku terhalang.
Tapi saat itu kamu membantuku dengan memegangkan recorderku di sela-sela mic
yang juga kamu sedang pegang. Kamu tau posisiku saat itu? tepat di belakang
kamu. Dan maaf, aku menghirup dalam-dalam wangi tubuh kamu, seolah, ingin
menghentikan waktu agar bisa terus di dekat kamu.
Your smile make me melted Rory L. Ingin rasanya malam itu
aku mengatakan, please, stop tersenyum ke arahku. Kamu sangat sangat ramah.
Benar ternyata omongan temanku yang mengatakan kamu sangat baik juga ramah.
Satu lagi, kamu lebih tinggi aslinya daripada saat aku lihat di televisi. Kamu,
sempurna! Seperti malaikat tentunya, menurutku.
Kamu masih ingat aku? Pasti tidak ya. Iyalah, kamu pasti
telah bertemu banyak orang, dan aku, hanya salah satunya saja. Intinya, kita
pernah bertemu satu kali, mungkin pertama dan terakhir kalinya. Karena setelah
itu, seperti biasa aku hanya dapat melihatmu di layar kaca. Aku kembali ke
rubrik ekonomi, karena salah satu reporternya mengundurkan diri, sementara
kariermu, ternyata semakin menanjak. Sejak pertemuan malam itu, aku baru tahu
ternyata kamu kini telah menjadi news anchor program 811 show yang tayang
setiap Senin hingga Jumat.
Tapi kamu tidak
pernah membalas mention ku.
Aku masih tetap dapat melihatmu. Malah kini setiap hari. Ini
agak sedikit gila mungkin, aku rela dating pagi hari, sebelum jam 8 ke kantor,
jika kebetulan tidak ada agenda ke lapangan pagi hari tentunya, demi melihat
kamu! It was crazy, maybe, I think hmmm, yes :p. Kamu selayaknya mood booster
yang memang harus dilihat sebelum aku memulai aktifitas. Televisi di kamar
maupun di ruang tengah rumahku tidak dapat menangkap sinyal Metro Tv dengan
baik, untuk itulah aku berangkat lebih awal, dan streaming dari PC di
kubikelku. Aneh ya?! Iya.
Gak apa-apa kamu mau bilang aku aneh atau gila sekalipun.
Sepertinya kekagumanku akan dirimu ini memang luar biasa. Seorang fans yang
mengagumi news anchornya yang ternyata, mantan model. Kalau nanti kamu menikah,
dengan siapapun itu, atau bahkan kamu memang sudah menikah, perempuan yang
menjadi pendamping kamu adalah perempuan yang tak kalah hebatnya dengan kamu pasti.
Karena dibalik laki-laki hebat, ada perempuan yang lebih hebat lagi disana.
Kamu, luar biasa Rory! Terus berkarya ya! Semoga kamu selalu bahagia.
Untuk akun @RoryAsyari
-Penggemarmu-
No comments:
Post a Comment