Enjoy
Adalah sebuah kewajaran ketika bosan melanda dan kamu menjadi resah
begitu rupa. Aku masih ingat kata-kata WS Rendra, sebelum ia wafat,
bahwa seorang penulis harus selalu merawat rasa gelisahnya. Sebab dengan
begitu, dengan mencecap rasa gelisah-seorang penulis tidak akan pernah
merasa puas dan tidak akan berhenti untuk terus mencari. Rasa bosan yang
mendera membuatmu gelisah, sebab-barangkali jauh didalam keinginan kamu
ada banyak macam hal yang ingin dilakukan namun sebab lain hal kamu
urung. Dan stagnan pada bosan.
Aku sendiri cukup sering merasa bosan. Aku tidak memiliki pekerjaan tetap dan sekarang ini aku lebih banyak tinggal didalam rumah ketimbang jalan-jalan. Sekali waktu, aku memang merasa bosan dan hiburanku yang paling menyenangkan adalah jalan-jalan ke pantai, membaca sebuah majalah, menikmati beberapa botol bir dan kadang-kadang mengobrol dengan orang yang tidak dikenal.
Sampai pada suatu hari aku memutuskan untuk menikmati rasa bosanku dan bermain-main dengan sangat akrab. Dengan bosan, aku banyak bicara pada diriku sendiri. Mengolok-ngolok keadaan yang terasa tidak pas, seperti-pernah suatu kali aku merasa bosan pada wajahku sendiri. Dan aku memutuskan untuk tidak berlama-lama didepan cermin. Namun sebab itu, aku jadi berlama-lama di counter kecantikan dan memilih-milih produk yang pas untuk aku gunakan-yang harapannya barangkali bisa merubah wajahku-dan itu tidak mungkin kecuali aku operasi plastik bukan?
Bosan membuatku melakukan hal-hal konyol. Yang
ujung-ujungnya membuatku mentertawakan nasibku sendiri. Bosan juga
sekaligus membuatku memutuskan hal-hal besar dengan terlalu dini dan
tanpa pertimbangan yang matang. Seperti misalnya migrasi. Aku sendiri cukup sering merasa bosan. Aku tidak memiliki pekerjaan tetap dan sekarang ini aku lebih banyak tinggal didalam rumah ketimbang jalan-jalan. Sekali waktu, aku memang merasa bosan dan hiburanku yang paling menyenangkan adalah jalan-jalan ke pantai, membaca sebuah majalah, menikmati beberapa botol bir dan kadang-kadang mengobrol dengan orang yang tidak dikenal.
Sampai pada suatu hari aku memutuskan untuk menikmati rasa bosanku dan bermain-main dengan sangat akrab. Dengan bosan, aku banyak bicara pada diriku sendiri. Mengolok-ngolok keadaan yang terasa tidak pas, seperti-pernah suatu kali aku merasa bosan pada wajahku sendiri. Dan aku memutuskan untuk tidak berlama-lama didepan cermin. Namun sebab itu, aku jadi berlama-lama di counter kecantikan dan memilih-milih produk yang pas untuk aku gunakan-yang harapannya barangkali bisa merubah wajahku-dan itu tidak mungkin kecuali aku operasi plastik bukan?
Sobhih, sahabatku yang sedang dilanda bosan...
Apakah kamu sedang berpikiran untuk berpindah dari Cirebon, sarangmu kini atau barangkali kamu membutuhkan sebuah perjalanan kecil dan mengobrol dengan orang yang tidak dikenal dengan sangat banyak. Ahh kamu harus tahu bahwa bermigrasi kota bukanlah sekedar bersenang-senang. Bukan. Sebab aku menemukan banyak hal diluar dugaan -yang tentu saja tidak menyenangkan- dan mungkin itulah yang disebut-sebut dengan minggat dari zona nyaman.
Jadi, bisa jadi kebosanan yang kamu rasakan kini sebab kamu telah begitu nyaman dengan keadaan kamu sekarang. Hingga tak ada lagi cemas yang akan menggerus, toh dalam keadaan bosanpun kamu bisa menuntaskan segala macam hal yang kudu kamu selesaikan bukan?
Dan ini adalah beberapa hal yang aku lakukan ketika bosan; Makan cemilan yang rajin, dikit-dikit tapi pasti. Makan masakan sendiri. Ngobrol sama tembok dikamar sendiri, menghitung cecak yang lewat di dinding kamar, baca baca yang enggak terlalu penting; semisal stalking TL gebetan atau yaa komedian gitu. Banyak sik, tapi yang paling aku suka adalah duduk mendengarkan cerita orang yang tidak dikenal, yang justru menambah kebosanan ketika mendengarkannya tapi dari sana aku bersyukur dan merasa punya teman bahwa enggak cuma aku aja yang bisa bosan ;D
Oleh @milliyya untuk @SobihAdnan
Diambil dari www.maliyamiracle.blogspot.com
---
Surat balasan @SobihAdnan
Keluarga
Sebuah surat balasan, untuk sahabatku: Milliyya.
Ternyata saya tak dapat menghafal tahap-tahap yang dilakukan olehmu saat mengusir rasa bosan, Milliya. Seperti yang kau tulis dalam paragraf terakhir suratmu itu. Di tubuhku, rasa bosan justru kerap menjadi tuan rumah, mengusir dan membuangku ke jalanan, menjadi lampu merah perempatan, membuat para manusia sedikit menatap, lalu kembali entah.
Kali ini, saya hanya ingin sedikit cerita, tentang apa-apa yang masih setia memberiku nafas, dan menghangatkan malam-malam seperti ini. Saya memiliki keluarga yang luar biasa, tentunya kau juga. Keluarga yang menurutku adalah sebuah pulau tanpa peta, karena kelahiran kita yang serba tiba-tiba. Tapi, di sana kita kerap berlibur, bermain pasir, memetik buah, berlarian, atau melakukan apa saja yang kita suka.
Milliya, sahabat baikku.
Bagaimana sebuah keluarga di matamu? Berbentuk sepetak gubuk? Atau gedung mewah penuh ketinggian?, apapun bentuknya, mereka tak boleh hanya kita pura-purai sebagai tempat untuk pulang, keluarga di mataku adalah cambuk, selalu membuatku bangkit, dan kembali membajak ladang-ladang.
Malam ini saya kembali menginap di pesantrenku dulu. Ada sedikit hal yang mesti kutunaikan di sini, sayangnya mungkin saya terlalu telat, Pak Kyai “mungkin” sudah lelap, padahal beberapa jam lalu saya mengetuk pintu dan menyalami rumah nyamannya, sesuai perintah yang kuterima di ponsel sore tadi.
Dari sana kumulai paham, keluarga bukanlah hanya sosok-sosok yang hanya berhubungan dengan nama belakangku. Tapi siapapun yang mampu memahami diri saya baik melalui firasat, atau sekalipun sekedar hal yang berbentuk kebetulan. Saya yakin Pak Kyai paham, hari ini saya sedikit lelah, dan hanya mampu mengabdi dengan sempurna di esok harinya.
Milliya, sahabat perempuanku.
Oh iya, sudah hari kedua-puluh kita saling berbalas surat seperti ini, atau tidak layak dituliskan kata “sudah”? tapi “baru” lebih tepatnya. Sampai di sini kau mendapatkan apa dariku?, kurasa kau tidak sampai sepertiku, mampu mendapatkan segala hal dari surat-suratmu yang renyah itu.
Milliya, kita adalah keluarga. Kau setuju? Seperti dua kakak perempuanku, dan empat saudara laki-lakiku. Kau hangat. Saya hanya ingin memiliki banyak keluarga di dunia ini, di mana-mana, minimal orang-orang yang bisa memahami dan dipahami oleh otak sederhanaku. Seperti mendiang kedua orang tuaku, dia masih saja bersedia untuk berdialog denganku, tentang apa saja, tentang kenangan, juga harapan.
Milliyya, sahabat cantikku.
Malam ini ingin rasanya aku seperti kemarin, tertidur semenjak awal sore, lalu terbangun tengah malam. Tapi rasanya sudah terlambat, kantukpun belum sedia dibaca oleh mataku yang mulai lelah. Karena memang, kemarin malam aku hanya menjadi sebuah lampu yang telat dinyalakan oleh pemilik rumah, atau saklar on/off-ku yang mulai tak teratur, dan tidak banyak orang yang tahu.
Milliyya, kehidupan yang tak teratur juga mulai kuanggap sebagai keluarga rupanya, hangat, akrab, penuh tantangan. Bagaimana denganmu?
Salam peluk,
Sobih Adnan
Diambil dari sobihadnan.net
No comments:
Post a Comment