Siluet jingga
Kepada:
@myggstrs
Hai, apa kabar? Masih ingatkah
denganku? Orang asing atas surat-surat sebelumnya. Aku masih berani mengirim
surat-surat anonim ini.... Betapa pengecutnya aku. Untuk menjaga keseimbangan,
aku memilih untuk tetap seperti ini. :)
Kekagumanku padamu sepertinya
telah melewati batas ya? Satu-dua surat pun tak cukup dibahasakan. Aku
menunggumu bagaikan menunggu sunset di pinggir pantai, mencari sunset dengan
komposisi awan dan cahaya yang sempurna. Yang kuinginkan siluet jingga. Memang
terasa dekat dan tak memakan waktu lama. Tapi, apakah akan seperti ekspektasiku?
Apakah langit ikhlas merealisasikan harapanku? Atau dia tak ikhlas kemudian
membuat dirinya gelap, tak ada cahaya bahkan enggan menampakkan matahati
padaku. Dan aku hanya terdiam ikhlas ketika air hujan menyentuh seluruh
tubuhku.
Seperti itulah perasaanku
menunggumu. Tak perlu kau mengartikannya, cukup untuk dimengerti. Karena pada
hakikatnya, rasa itu tersirat bukan tersurat seperti ini. Aku merasa tak
sanggup menyuratkan rasa yang tersirat. Aku minta maaf.
Jika tingkahku ini membuatmu
kesal, aku minta maaf ya... Aku tak punya cara lain lagi. Aku takut kehilangan.
Aku takut jembatan yang perlahan kita bangun ini runtuh dalam sekejap. Itu
hanya akan membuatku terus mengutuk diriku sendiri. Walaupun pada akhirnya,
terungkap maupun tak terungkap, aku akan kehilangan juga.
Terbaca maupun tidak, surat ini
tertuju padamu. Aku memang tak hebat merangkai kata, tapi ini semua hanya
untukmu. Ketika suatu saat kita bertemu, aku harap itu ketika aku duduk
menunggu sunset bersamamu.
Dari langit mendung yang tak kunjung cerah.
No comments:
Post a Comment