Hey, @nisabrinaa
gimana kabarmu? ah kenapa selalu 2 kata ini yang jadi
pembuka di semua surat ya? tapi sudahlah, aku bukan lelaki yang berusaha untuk
jadi berbeda dibandingkan laki laki lainnya. Lebih baik aku jadi diriku
sendiri, bukan?
tapi sungguh, aku ingin tau kabarmu. Apakah masih tenggelam
di balik kode kode khas informatika yang mampu membunuh seketika? Apakah masih
terhanyut diantara tugas tugas yang entah dimana hilirnya? Apapun itu, aku
berharap tetap ada senyum di wajahmu, meskipun semakin lama semakin jarang, namun
itu cahaya bagi beberapa orang yang bertatap denganmu, lho. Salah satunya aku.
Jadi, menurutmu untuk apa surat ini? Ada angin apa yg
menampar pipiku sehingga otakku mampu menggerakkan gerigi imajinasiku ini?
Entahlah, mungkin ini akumulasi perasaanku yang selalu minta dibebaskan
acapkali ia bersua denganmu di lorong kampus, di depan kelas, depan kantin, di
lab, ataupun sebelum masuk musholla.
Yah, aku bukan penulis yang baik. Surat ini sampai kepadamu
dan dibaca saja aku sudah lebih dari senang. Aku juga bukan pengagum yang baik.
Mungkin aku cuma seorang pengecut yang setiap kita bertemu cuma bisa bersyukur
bisa mengenalmu. Aku bersyukur kita bertemu, diperkenalkan satu sama lain, dan
jujur, aku biasa saja kepadamu, pada awalnya. Tapi setiap kuperhatikan dirimu,
aku semakin merasa seperti sebuah source
code yang selalu eror setiap di debug. Membingungkan.
Aku tidak pernah tau tentangmu. Sedikitpun. Aku merasa
terlalu malu untuk dekat padamu. Entah yang mana yang lebih kuat, rasa malu
atau rindu mengenalmu, tapi yang jelas keduanya selalu berselisih. Ah, betapa
rumitnya jadi aku ya?
Sudahlah, lagipula aku tau, untuk bisa dekat dengamu itu
seperti hujan di musim kemarau. Dan mungkin, ketika aku dekat denganmu,
harapan-harapanku akan menjadi hujan di ujung musim penghujan, yang sebentar
lagi sirna dan hanya menjadi angan belaka. Karena yah, jika memang Tuhan
memberikan kuasanya, aku segera pergi dari tempat kita setiap hari bertemu, 8
bulan dari sekarang. Berdoa untukku ya, agar aku bisa pergi dari sana, dan
kutunggu kau di dunia yang luas ini.
Dan jika nanti kita bertemu lagi di dunia luar dari tempat
yang selama ini mengurung kita, perasaanku akan sama. Kita lihat saja bagaimana
akhirnya. Sudah ya, mulutku memang tak henti henti berbicara. Terima kasih
sudah mau membuka surat ini.
*dari aku, yang selalu menatapmu dari jauh dengan diriku
yang membeku akan parasmu, bidadari :)
No comments:
Post a Comment