11 February 2013

Ini Kebetulan Atau Takdir?

 Ini Kebetulan Atau Takdir?
Hai, kamu. Percayakah kamu pada suatu kebetulan? Atau kamu akan menyebut kebetulan itu sebagai takdir Tuhan? Maka baca dulu ceritaku, nanti kau akan paham apa itu kebetulan dan takdir.

Pagi ini, aku mengetikkan ini di depan leptop tepat setelah aku membuka mata, ngulet, dan ke kamar mandi. Dan dengan sangat sialnya, lagi-lagi aku mengalami mimpi tentang “Pria Terakhirku”. Mimpinya ada 2 rasa, kadang manis, kadang pahit. Yang membuat bangun tidurku langsung ingin mengetik adalah Rio. Iya, jadi fasenya gini, mimpi Rio-> melek -> mikirin Rio -> ngulet -> sadar Rio cuma sahabat -> nyesek -> ambil nafas panjang -> boker sambil ngalamun -> buka leptop.

Banyak sekali kebetulan atau takdir yang aku alami bersama dia. Dan kini aku mulai bingung menceritakannya dari mana. Dari awal pacaran aja setiap ada kebetulan atau takdir, apapun itu. Salah satu dari kita akan menjawab, “Itu berarti kita jodoh. Amin”. Ah, kekanakan memang. Tapi tau apa kalian tentang pasangan yang sedang dilanda jatuh cinta? Kalian hanya mengontrak, dan dunia menjadi milik pasangan itu. :p

Aku sampai tertawa mengingat betapa lucunya kita dulu. Kita menyimpulkan “Jodoh” hanya berdasarkan kebetulan atau takdir Tuhan. Ah, klise memang. Tapi kita meng-amin-i dengan sepenuh hati. Semoga saja “amin” kita juga di-amin-i oleh para Malaikat dan dikabulkan Tuhan. Amin. :)

Awalnya gini, bulan puasa Agustus tahun 2011. Waktu itu kita masih dalam masa PDKT. Kita cari tempat buat buka bersama, dan akhirnya memutuskan Mie Ayam 2 Rasa di jalan Sulawesi. Itu juga karena pilihanku, entah mengapa, pria jarang memberi masukan mau makan dimana. Nah, tepat setelah pulang buka bersama yang hanya berdua itu, aku menemani dia sholat di rumahnya. Setelah itu kita jalan-jalan naik motor, kehabisan akal kemana, kita nongkrong di Alun-alun sebentar. Karena di Alun-alun ramai dan sepertinya feelingku saat itu dia mau mengatakan suka, maka aku meminta pulang. Di teras rumah, tepat seperti feelingku, dia benar-benar mengatakan suka sambil menggenggam erat tanganku, matanya serius tapi tulus. Ah, aku yang tadinya agak marah karena suatu hal langsung dibuat luluh. Akhirnya, kita jadian 17 Agustus 2011.

Akhirnya gini, bulan Februari tahun 2013. Waktu itu kita masih dalam masa complicated. Kita cari tempat buat makan malam mingguan. Tadinya aku (lagi) yang memilih Warung Klangenan. Tapi, entah ini cara Tuhan menolak kita makan disana mungkin. Disana ada teman-teman Rio, dan Rio jelas malulah kalo mau makan disana sama pacarnya. Akhirnya kita makan dimana? Ya, bener banget. Di Mie Ayam 2 Rasa jalan Sulawesi itu (lagi). Feelingku udah ngga enak sepanjang perjalanan, mengingat tempat itu adalah tempat yang kita singgahi sebelum jadian. Walaupun di motor dan tempat makan kita masih bisa tertawa bersama layaknya pasangan sempurna. Tapi aku bisa melihat di matanya, dia menatapku memelas, seperti tak sanggup akan mengatakan sesuatu tapi apa daya. Dan yang membuatku semakin galau di motor, dia mengendarai motor dengan sangat pelan. Dia benar-benar ingin menikmati masa-masa terakhirnya bisa naik motor bersamaku. Tepat seperti feelingku, bedanya saat dia meminta di teras, aku menyuruhnya masuk ke ruang tamu. Lebih baik kita bersahabat saja. Hanya kalimat itu dan kecupan kening serta pelukan hangat sepersekian detik yang mengakhiri hubungan percintaan kita.

Percaya atau ngga kalian, satu tahun yang lalu. Di bulan Februari juga. Aku sedang sangat galau dan ingin mengakhiri hubungan dengan Rio. Tapi, aku ngga tega mutusin, aku juga masih sayang. Jadi aku memilih bertahan dengan kegalauanku selama beberapa bulan sampai pengumuman SNMPTN. Lama memang aku menahan galau pengen-mutusin-tapi-ngga-tega. Galauku ngga main-main, sampai insomnia setiap hari tidur jam 2-4, pas UN SMA malah ngga tidur sama sekali. Leher bagian belakangku sering sakit saking stres-nya kata Mama. Mereka mengira aku stres karena UN dan SNMPTN, padahal mereka semua salah. Maka dari itu, kini, aku bisa ikhlas dan bersabar ketika dia meminta kita bersahabat saja. Aku memposisikan diriku satu tahun lalu menjadi dirinya kini. Dari pada dia stres kaya aku setahun yang lalu? Aku ngga tega banget tau orang yang paling ku sayang nyimpen galau karna pengin-mutusin-tapi-ngga tega :’)

Jadi, balik lagi ke soal tempat makan di 2 cerita dengan akhir berbeda di atas. Menurut kalian, ini kebetulan atau takdir? Tempat yang kita singgahi sebelum jadian dan sebelum putus sama, yaitu Mie Ayam 2 Rasa. Oh, apa karena Mie Ayam-nya ada 2 rasa itu ya? Mungkin awalnya manis, dan akhirnya pahit. Ah, kacau, abaikan otakku yang mulai memikirkan hal aneh-aneh.

Aku seseorang yang percaya Tuhanku. Maka, aku sebut ini kebetulan yang sudah diatur Tuhan (takdir). Aku yakin, jika aku memperjuangkan mati-matian untuk mempertahankan kita, tapi semesta beserta isinya berkonspirasi besar-besaran untuk memutuskannya. Kita bisa apa, sayang? Dan sekali lagi, aku juga yakin. Jika kamu mati-matian berjuang melupakan dan membuangku dari hidupmu, tapi semesta beserta isinya berkonspirasi besar-besaran untuk menyatukan lagi. Kita bisa apa, sayang? Selain berdoa dan bersyukur bahagia atas nama cinta?

Jadi, menurut kalian, ini kebetulan atau takdir? :)


Minggu pagi, di depan leptop, di ruang tamu rumahku, seperti yang dulu sering kita duduki bersama.

oleh @skrylrst
diambil dari http://wanitasetengahedan.blogspot.com

No comments:

Post a Comment