11 February 2013

Huruf-Huruf yang Mengunjungimu


Dear K,
Dear mas duduk,
Dear mas ndrong,
Dear nan,
Dear nzone,
Dear khil,
kau punya banyak nama, kau punya banyak masa,
kau punya banyak cerita yang hidup di dalam rumah dengar,
di dalam rumah debar,
di dalam rumah kecil yang berdetak untukku


saat ini, segala tentangmu bernama februari,
di mana langit penuh cahaya,
dan musim saling bisik,
melihat tulip mengganti matamu.
hingga angin berpapasan dengan riuh nafasmu,
aku masih menjadi beranda,
mengekalkan denting lonceng pagi,
menunggumu.


mengingat setahun lalu, mari singgah sejenak,
pada masa di mana kita tiba-tiba saling menemukan,
februari yang indah, penuh kekonyolanmu dan keseriusanku.
aku yang pemuja, dan kau yang perayu.
menulisi takdir dengan kebebalan,
mencoreti waktu dengan kebutaan,
akan cinta. akan luka.


ah, aku tak perlu mengajarimu mengingat seperti apa kita saat itu,
namun kau selalu tahu, begitu juga aku
bahwa diam-diam kita meyakini,
kita selalu tak mampu ‘melupakan’
kita selalu menemui jalan pulang yang sama.
jalan berbatu-batu,
yang batunya berbau kopi
dengan pekat yang mengepulkan banyak rindu
dan hinggap di denyut jantung, kau dan aku.


lelaki itu selalu kau,
yang kutemui di antara suara gaduh ingatan,
atau doa yang berdesis saat mata terpejam
dan tentangmu masih sama,
tawa yang selalu kusukai,
juga malam-malam lelah yang menolak abai,
saat suaramu saja,
bergema di seluruh sudut ruang,
yang menyimpan nama kita masing-masing.


sudahlah,
sampai di mana kita akan berkisah?
bahkan beberapa hal baik yang diizinkan Tuhan,
hanya untuk kita lewati,
kita biarkan begitu saja
sebab kita terlalu sibuk memerangkapkan diri.
pada kelam yang tak memar.
pada segala yang tak terlalu menyakitkan.
segala yang kita sebut, ‘tak ada’


namun akan ada masa,
di mana kita akan menatap senja di langit yang sama, di kotamu.
kita duduk-duduk bersama
saling menatap dengan jarak pandang yang sangat dekat
berbicara satu sama lain
mengenai apa yang tak bisa diucapkan kecuali dengan kerinduan
kemudian kita mulai menjelma pelukan yang berdebar hingga pagi pecah
melebur dalam keganjilan yang menjarakkan kita.


sebelum huruf-huruf ini berhenti bersuara,
aku mengutip sajakmu yang selalu menjadi favoritku:
“Kita sama tahu, betapa terjal dan berbatu jalan cinta ini. Dan kita sama bebal, memilih terjatuh di dalamnya. Sejatuh-jatuhnya — masskoi”


dan kau pasti ingat ayat favorit di alkitabku untukmu:
“Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu – Filipi 1 : 3”


Kau pasti mengerti maksudnya. *senyum*


sampai di sini suratku mas,
iyah, ini surat pertama untukmu.
huruf-huruf yang mengunjungimu
surat yang kau pinta sekilas pada percakapan kita malam itu.
betapa selalu menyenangkan, memenuhi semua permintaanmu,
melakukan segala sesuatu untuk senyummu.
jika kau tersenyum membacanya,
ingatlah, kau telah menambahkan satu alasan saja mengapa aku harus tersenyum.
demi segala yang tak ada, atau yang menolak ada, aku menyayangimu.

PS : “ Jika langit berkenan, kita akan berpapasan di lain musim, sebagai puisi—yang dituliskan Tuhan sambil tersenyum”


with love,
yecci
(your thousands years, your arms, your jar of hearts, your Christina Perri :)))))


Oleh @ciyecci untuk @masskoi   Sumber: http://berandamusim.tumblr.com

No comments:

Post a Comment