20 January 2013

Surat keenam - Permen Kapas


Keenam kalinya untukmu, yang senyumnya tak henti kurindukan.

Hari ini hujan tidak tumpah deras seperti kemarin. Matahari kembali menyebar teriknya, yang kemarin begitu dinantikan banyak orang. Ah, senang sekali hari ini tidak ada yang mengeluh kepanasan. Ucapan syukur terkirim ke langit karena matahari sudah kembali.

Siang tadi aku membeli permen kapas. Seperti yang kau tau, aku penggila permen. Permen kapas adalah nomor dua yang aku suka, setelah permen karet. Banyak filosofi yang aku pelajari dari permen - permen itu.

Permen karet. Permen karet seperti cerminan kita menjalani kehidupan. Bentuknya yang lucu, unik dan beragam menganalogikan kehidupan yang terlihat penuh warna dan juga kebahagiaan. Namun apakah seperti itu? Kemudian kita akan semakin mencintai permen karet karena sama seperti permen lain, permen karet juga manis, menunjukkan betapa kehidupan kita pada awalnya terasa manis. Teruslah mengunyah permen karet, karena berbeda dari yang lain, permen karet tidak akan hilang. Ia tetap ada, namun rasanya tak lagi manis. Seperti kehidupan, kepedihan yang kita alami seolah seperti permen karet yang kehilangan manisnya, tetap ada di dalam mulut namun tak lagi manis. Kepedihan, juga akan ada dalam hidup kita, meski tak selalu kita inginkan. Setiap ada masalah, aku mencari permen karet. Setidaknya, aku tak terlalu sendu melewati kepedihan, karena nantinya, semua gelisahku akan aku buang bersama permen karet yang sudah lelah kukunyah.

Kemudian, permen kapas, yang baru saja aku beli. Lembut seperti kapas, dan manis. Bila permen karet mengajarkanku bahwa kepedihan suatu ketika akan datang ke hidup kita, maka permen kapas mengajarkanku cara lain bersyukur. Bentuknya yang selembut kapas akan melumer dengan cepat di lidah sesaat setelah kita menikmatinya. Persis seperti kebahagiaan, yang seringkali lupa kita syukuri keberadaannya. Meski sudah menghilang, permen kapas itu sudah menyatu dengan saliva kita, bukan? Jadi sebenarnya Ia masih ada, kan? Namun kita yang tak mau menyadarinya. Seperti kebahagian yang datang dalam waktu yang tak terduga, kemudian karena keberadaannya tak terlihat, kita menganggap bahwa kebahagiaan itu belum ada. HIngga pada akhirnya benar - benar lenyap, kita baru menyadarinya, terlambat.

Hai, kamu, yang menggemari permen kapas di urutan nomor satu.

Kamu mengajariku cara menikmati permen kapas. Yaitu dengan memakannya sedikit demi sedikit dan tunggu manisnya benar - benar hilang. Itu sungguh mengasyikan, katamu. Dan memang benar, kubilang kini.

Karena kebahagiaan sulit sekali ditemui, maka saat sedang bahagia, nikmatilah! Jangan tunggu kebahagiaan itu pergi dan penyesalan datang. - Katamu, suatu waktu.

Dariku, yang masih merindumu dan berharap kau segera kembali agar kita bisa menikmati permen kapas bersama!


Oleh 
Diambil dari http://upisufia.blogspot.com/2013/01/surat-keenam-permen-kapas.html

No comments:

Post a Comment