Untuk Kamu yang Kini Mengabaikanku
Tadinya aku ingin menulis surat dalam bahasa yang hanya kita berdua mengerti, sebelum akhirnya aku sadar kalau setiap orang mengerti bahasa cinta. Tapi kamu bukan setiap orang. Kamu berbeda. Kalau kamu tidak mengerti apa yang kutuliskan di sini, itu wajar saja. Kamu memang sedang belajar.
Tadinya aku ingin menulis surat dalam bahasa yang hanya kita berdua mengerti, sebelum akhirnya aku sadar kalau setiap orang mengerti bahasa cinta. Tapi kamu bukan setiap orang. Kamu berbeda. Kalau kamu tidak mengerti apa yang kutuliskan di sini, itu wajar saja. Kamu memang sedang belajar.
Tidak semua orang dianugerahi kemampuan berbahasa yang baik, mungkin kamu termasuk orang seperti itu. Pesan singkat yang rutin aku kirim kepadamu hampir tiap jam kini tidak pernah kamu gubris lagi. Pasti karena kamu tidak mengerti isinya, hingga bingung mau balas apa. Tiap kali aku meneleponmu, rasanya aku seperti sedang mengoceh sendirian. Aku bicara sampai teleponku basah oleh cipratan air ludah, namun kamu hanya menanggapi dengan gumaman lirih seadanya. Pasti karena kamu kurang bisa menangkap apa yang kubicarakan, tapi kamu terlalu gengsi untuk bertanya. Saat aku mencoba berkelakar, jangankan senyummu kudapat, yang ada malah kulihat matamu basah. Kenapa kamu sekarang menjadi pribadi yang begitu rumit?
Bukan, kamu bukan bodoh. Kamu hanya lemah dalam memahami makna. Kamu hanya malas memperkaya perbendaharaan kosakatamu. Entah kapan kamu akan menguasai tingkatan dasar belajar bahasa kalau kamu sendiri tidak mau berusaha. Entah kapan kamu akan bisa berkomunikasi secara efektif dalam bahasa yang sedang dipelajari bila kamu sendiri tidak pernah menggunakannya. Padahal cara tercepat mempelajari bahasa itu adalah dengan membiasakan diri.
Bahasa ini tidak mengenal tenses. Tidak ada beda dalam cara mengutarakan emosi yang kamu rasa di masa lalu, sekarang, dan akan datang. Bahasa yang mengenal rasa sebagai nomina; yang kamu rasakan saat nyaman bersamaku. Bahasa yang membedakan rasa sebagai adjektiva; yang terpancar di dirimu saat merasakan keberadaanku. Bahasa yang juga membuat rasa menjadi verba; yang seringkali kita lampiaskan lewat sentuhan.
Aku tidak mengerti kenapa kini kemampuanmu dalam memahami bahasa ini bisa hilang begitu saja. Apa karena terlalu banyak kesalahan kata dan struktur dalam kalimat-kalimatku? Harusnya kamu mengerti bahwa bila kita adalah bahasa, maka kamu adalah frasa favoritku. Tak akan aku peduli seberapa tidak sempurnanya dirimu, selama aku memahami pesan yang kau sampaikan. Karena bila takdir adalah bahasa, maka kamu satu-satunya suratan tersiratku.
Kalau bahasa saja tidak cukup untuk membuatmu menyadari keberadaanku, apa lagi yang bisa? Pelajarilah lebih tekun, jangan takut membuat kesalahan. Pahami bahasa ini dan jadikan biasa. Kelak dirimu akan mengerti bahwa meski aku pergi, doa yang kau panjatkan tetap sampai padaku. Cepatlah, waktuku tak banyak, lewat 40 hari aku tak akan ada di dekatmu lagi.
19 Januari
― si pengharap yang sok yakin
Ditulis oleh : @dennyed
Diambil dari http://dennyed.tumblr.com
No comments:
Post a Comment