“Hey, pikiranmu yang ribut sendiri itu terdengar sampai ke sini.”
Butuh beberapa pasang detik mendetaki kepala tuk menyadarkan. Hampa yang menganga ini nyata. Menyesalkan mengapa dulu memilih membeli kasur besar yang bisa ciptakan rongga di atasnya pun di dada bila tak ada di sini kau ikut rebah.
“Berhentilah tidur dengan lasak, sayang. Setiap pagi badanku jadi sakit semua.”
Menyedihkan, saat kurindu kau begitu hebat, aku hanya bisa menghidu sisa aroma tubuhmu yang tertinggal di bantal lekat-lekat.
“Mengapa semua penulis sensitif terhadap aroma? Aku nggak punya aroma khas.”
Saat paling tepat menyiksa diri. Mencoret kata makan dari daftar hari ini. Menelan remah kenangan aku lebih kenyang.
“Aku perhatikan, ditiap kamu sedang cemberut begitu porsi makannya justru makin banyak ya.”
Begitu saja seterusnya sampai tak perlu lagi kulanjutkan hidup yang hilang makna jika ragamu tiada. Biar aku menyusulmu.
“Kenapa kamu takut? Aku kan di sini.”
Agar berhenti potongan-potongan kalimatmu dari tiap percakapan bergaung bersusulan menentang segala pikir yang kucipta di kepala. Oh, rasanya aku hampir gila.
“Menulislah.”
Oleh @beatricearuan Sumber: http://beatrice-aruan.tumblr.com
asik nih
ReplyDelete