Aku baru menyadari, selama bertahun-tahun bersahabat denganmu, tampaknya ini adalah surat pertamaku untukmu. Mungkin karena kita punya lebih banyak waktu untuk berbincang dan bertemu. Mungkin juga karena selama ini aku berpikir, menulis surat hanya akan kulakukan kepada mereka yang bisa menciutkan nyaliku saat berbicara.
Karena kepadamu, aku bisa mengungkapkan apa saja tanpa harus berpura-pura menjadi siapa-siapa. Dan saat bersamamu, aku lupa bagaimana rasanya menjadi canggung dan penuh rahasia.
Kalau harus dipikir-pikir, apa ya, yang membikin kita bisa merasa cocok satu sama lain, bahkan hingga bersahabat selama lima tahun ini? Seperti halnya cinta, mungkin persahabatan juga tidak memerlukan alasan.
Karena rasanya tak ada yang bisa menjelaskan kenapa aku mau menjawab panggilan telepon dari nomormu menjelang tengah malam dan kemudian berbincang sampai lewat dini hari, bahkan suatu waktu kita pernah melakukannya sampai subuh, dan bahkan beberapa kali aku melakukannya sambil men-charge ponsel busukku itu dan terkantuk-kantuk di meja komputer.
Begitu pun tak ada yang bisa menerima logika di mana seorang gadis bersedia menempuh jarak puluhan kilometer pada malam hari ketika kita membuat janji bertemu di suatu tempat yang letaknya tak pernah jauh dari rumahku. Hanya untuk bertemu, berbagi cerita, tertawa dan diam-diam menangis bersama sampai lega. Untuk apa kita melakukan itu semua kalau bukan atas dasar sukarela?
Vie, entah bagaimana kamu melakukannya, aku merasa setiap kali kita selesai berbincang, setidaknya akan ada satu atau dua hal yang kudapatkan untuk kemudian kurenungkan. Yang terakhir kuingat adalah pembicaraan kita saat Natal kemarin. Aku tak henti memikirkan kalimat yang kemudian kumaknai sebagai sebuah esensi dalam konsep jatuh hati dan mencintai.
Kamu bilang, “Elo mungkin bisa jatuh cinta sama seseorang yang berusaha mengubah dirinya menjadi orang lain yang lo inginkan. Tapi, lo nggak akan pernah bisa bener-bener mencintai dia apa adanya.”
Ya, kamu benar, Vie. Pada dasarnya, cinta bukan tentang mengubah siapa pun menjadi orang lain, melainkan tetap menjadi dirinya sendiri dalam kualitas yang lebih baik dan proporsional.
Kamu tahu, Vie? Ada beberapa pengalaman hidup tak terlupakan yang kulalui sepanjang tahun 2012 kemarin. Salah satunya tentang cinta yang tak bisa dipaksakan karena memang tak pernah sejalan, sekalipun ada banyak jalan yang diberikan. Seperti yang pernah—atau mungkin masih kamu alami sampai sekarang (kuharap sih, cerita itu sudah benar-benar usai).
Dulu, saat kamu sedang terombang-ambing dalam masalah serupa dan kamu membaginya kepadaku, aku tak pernah bisa benar-benar memahami dan menyetujui konsep berpikirmu tentang kalian berdua yang sampai kapan pun tak akan pernah bisa bersama meski saling cinta. Bukan karena faktor larangan norma dan orangtua. Bukan juga karena jarak yang memisahkan antarbenua. Melainkan memang karena kalian berdua sama-sama tak bisa dipersatukan. Karena ada satu dan beberapa hal yang tak bisa dipaksakan dan dipadankan. Meskipun, sekali lagi kutegaskan, kalian berdua saling cinta.
Namun, lewat kejadian yang menimpaku waktu itu, akhirnya aku paham apa yang kamu maksudkan. Lagi-lagi aku setuju padamu, Vie. Kemudian, aku berpikir, bahwa cinta bukan tentang memaksakan kehendak, melainkan menghargai kehendak itu sendiri dan memperlakukannya secara bijaksana. Benar begitu kan, Vie?
Terkadang aku berpikir, mungkin sebenarnya, pada awalnya Tuhan akan menciptakan sewujud ksatria perang saat Dia sedang menciptakanmu. Tapi kemudian Dia berubah pikiran. Maka tak heran jika sekarang kamu begitu kuat dan tegar dalam menjalani dan menyikapi segala persoalan. Kamu itu terlalu macho untuk menjadi seorang perempuan, Vie. Tapi mungkin itu salah satu alasan kenapa kita bisa terus bersahabat hingga sekarang. Bukan, bukan karena aku yang terlalu cantik untuk menjadi seorang laki-laki, melainkan karena Tuhan mempertemukan kita supaya aku bisa belajar tentang ketegaran dari kamu.
Terima kasih sudah menjadi sahabat yang baik untukku, Vie. Selamat bermalam minggu tanpa aku, ya. ^^
Bandung, 19 Januari 2013
D
Ditulis oleh : @daaduun untuk @vieregina
Diambil dari http://ininyadadun.wordpress.com
No comments:
Post a Comment