Mas Rama pasti kaget aku tiba-tiba mengirim surat ini kan? Aku juga sebenernya bingung kenapa aku harus mengirim surat sedangkan telpon darimu saja masih kuterima setiap hari. Mungkin sebagai sesama anak psikologi Mas Rama akan tau, bagaimana perasaanku saat ini melalui tulisan tanganku di surat ini. Tentunya akan jauh berbeda dengan semua celoteh manjaku ditelpon yang setiap hari Mas Rama dengar. Pun dengan semua sms mesra yang Mas Rama terima.
Semua tentu akan beda Mas, ketika aku harus menelusup hatiku lebih dalam lagi. Aku memunafikkan semua keadaan yang jelas nyata terlihat. Aku hanya memikirkan kesenanganku yang semu, yaitu kamu. Cinta itu anugerah, kata orang. Masihkah layak disebut anugerah ketika kita mencintai orang yang salah, Mas?
Kamu adalah kekasih orang, yang tiba-tiba memasuki kehidupanku dan membuat semuanya terasa jauh dari akal sehatku. Ketika kau bilang sayang padaku, namun nyatanya kau sudah memiliki perempuan lain. Harusnya aku pergi menjauhimu bukan? Begitulah yang dikatakan logika padaku berulang-ulang Mas. Namun hati terlalu naif pada logika. Kamu adalah seseorang yang membuatku nyaman, baik saat kita dekat maupun jauh. Kamu menyayangiku seperti seorang kakak yang selalu ingin melindungi adiknya. Kamu jugalah yang selalu kupikirkan menjelang tidur malamku. Dan kamu orang pertama yang selalu kuingat disetiap pagiku. Alasan apalagi yang harus kukatakan padamu bahwa benar-benar aku menginginkanmu Mas. Bahwa belum pernah aku sekeras ini menginginkan sesuatu yang bahkan sedari awal bukan hakku. Mas Rama selalu bilang, tunggu saatnya. Akan ada saatnya untukku memiliki kamu sepenuhnya. Bukan hanya hatimu tapi seluruh bagian dari dirimu.
Ini sudah hari kesekian yang coba kulalui dengan harap yang selalu berpendar-pendar. Meyakinkan hatiku sendiri bahwa Mas Rama hanya menginginkanku, bahwa wanita yang memilikimu saat ini adalah bentuk dari kesalahanmu dalam memilih yang kemudian belum tega kamu mengakhirinya. Maaf Mas, bukan maksudku untuk jahat pada perempuan lain. Terlebih dia adalah wanitamu. Namun kamu mengakuinya juga bukan, bahwa aku lebih menyenangkan darinya. Aku lebih cantik, lebih pandai membawa diri ketika bersamamu. Dan yang paling penting adalah aku membuatmu selalu merasa nyaman didekatku. Dengan perempuanmu aku hanya kalah dalam satu hal Mas. Dia bisa terlebih dulu mengenalmu daripada aku. Hanya itu. Mas.
Dia juga tak menjagamu dengan baik kan, Mas? Itu sebabnya kamu sekarang berada dihatiku, menggenggamnya dengan penuh cinta yang hangat. Lalu apalagi yang Mas Rama pertahankan dengannya? Berulang kali kuyakinkan Mas Rama, bahwa aku adalah sebaik-baiknya pilihan di hidupmu. Bahwa akulah yang akan menjadi terakhir. Mas Rama hanya perlu menunggu setahun lagi sampai aku lulus dari kuliahku. Sembari menunggu Mas Rama bisa tetap bekerja di Jakarta mengembangkan karir yang sudah Mas rintis. Nanti setelah aku lulus, kutemani Mas Rama di Jakarta. Kita bisa sama-sama menabung untuk bekal pernikahan kita. Ah, apa aku begitu berlebihan Mas? Membayangkan menjadi pengantinmu nanti? Padahal untuk sebuah status pacaran saja kau tak kunjung mewujudkan inginku itu.
Selalu yang keluar dari mulutmu adalah, nanti dulu. Tunggu waktunya. Siapa sih waktu itu sampai aku harus rela menunggunya untuk sekadar memenangkan hati kita? Aku sudah cukup miris melihat kemesraanmu dengan perempuanmu di foto-foto dalam facebook, di blog bahkan di twitter. Aku sudah muak melihat senyum palsu yang menggantung di bibirmu seolah-olah kamu lebih bahagia bersama dia Mas. Aku harus marah pada siapa, Mas? Sedangkan ketika kutanya pada semua orang mereka lantas menyalahkanku dan mengataiku bodoh karna masih saja denganmu ku berbagi rasa. Aku hanya ingin memiliki sesorang yang juga merasa memiliku, Mas. Dan itu kamu. Akan tetap kamu walau sejauh apapun aku berusaha pergi dan menghindarimu seperti yang pernah kucoba lakukan.
Dan 29 Januari nanti adalah hari yang kita rencanakan untuk merayakan pertemuan rindu kita. Kau berjanji akan menemuiku di Semarang dan menuntaskan segala tanyaku. Kusambut semua itu dengan rona bahgaiaku Mas. Walaupun kutahu sama sekali tak kau janjikan untuk menjadikanku satu-satunya. Namun aku telah pasrah pada harap. Dia yang membuat resah sekaligus jengah menengadah. Apapun nanti, meskipun pertemuan itu adalah yang terakhir, aku berjanji akan menjadikanmu kenangan yang indah. Aku hanya ingin sepanjang hari bersamamu, entah dengan menikmati ombak dipantai atau lebih dari cukup menikmati senyummu sepaket dengan pelukan rindumu. Sesederhana itu. Sebagai perempuan ku ingin pasti, agar aku punyamu.
Ah, sudahlah. Aku tak ingin suratku ini basah gara-gara air mata yang sedari tadi menggenang kemudian jatuh diatas kertas putih ini.
10 hari lagi, kutunggu saat peraduan rindu kita dan segala yang harus terjadi nanti. Entah aku atau perempuanmu nanti yang harus menetap dihatimu.
Dengan sepotong rindu, perempuanmu di batas harap.
- Adannia -
Ditulis oleh : @enhanhanha
Diambil dari http://ernamardjono.tumblr.com
No comments:
Post a Comment