Jeda
Perempuan dari sepertiga malam,
Entah apa lagi yang bisa kukatakan selain kagum dan amat menghargaimu.
Begini. Aku tak hendak merusak cerita apapun yang akan kau tulis sebelum kita sepakat berbalas surat. Namun harus diakui kemarin aku mengkhawatirkanmu. Kau tetap pergi ke kantor karena sudah ada janji, katamu. Sementara media penuh dengan berita banjir di Jakarta. Tersirat kau juga bilang tak ada koneksi internet di kantor; antena tersambar petir, dan surat balasan darimu akan tertunda. Aku tidak peduli. Satu-satunya yang aku pikirkan bukan sepucuk surat cinta, tapi mengetahui kau baik-baik saja.
Nyatanya tetap ada balasan darimu, dengan bantuan seorang teman, ucapmu. Tolong sampaikan terimakasihku pada temanmu. Aku terlanjur dan masih mengagumimu. Aku menghargai kebaikan. Penghargaan yang tak mudah berubah sayang. Tapi manusia memang serakah, dan aku masih manusia.
Kata-kata tak tahu ke mana. Kalimatku campur aduk. Aku mulai lupa peran kita sebatas fiksi atau bukan….
Andai aku menjadi jeda dalam tiap kalimat yang kau keluarkan. Jeda koma sebelum titik keabadian. Bagiku, kau bukan “hanya”, kau adalah sebesar-besarnya luka sekaligus tawa tercipta dalam “seandainya” hari ini, semua ucap dan tulisan yang kau edit untuk diungkap lagi. Entah esok lusa jika kau nyatakan aku sekadar jeda sebelum kau kembali pergi.
Oleh @caplang untuk @rorolembayung
Diambil dari 30hari.cahyono.com
---
Surat balasan @rorolembayung untuk @caplang
Entah apa lagi yang bisa kukatakan selain kagum dan amat menghargaimu.
Begini. Aku tak hendak merusak cerita apapun yang akan kau tulis sebelum kita sepakat berbalas surat. Namun harus diakui kemarin aku mengkhawatirkanmu. Kau tetap pergi ke kantor karena sudah ada janji, katamu. Sementara media penuh dengan berita banjir di Jakarta. Tersirat kau juga bilang tak ada koneksi internet di kantor; antena tersambar petir, dan surat balasan darimu akan tertunda. Aku tidak peduli. Satu-satunya yang aku pikirkan bukan sepucuk surat cinta, tapi mengetahui kau baik-baik saja.
Nyatanya tetap ada balasan darimu, dengan bantuan seorang teman, ucapmu. Tolong sampaikan terimakasihku pada temanmu. Aku terlanjur dan masih mengagumimu. Aku menghargai kebaikan. Penghargaan yang tak mudah berubah sayang. Tapi manusia memang serakah, dan aku masih manusia.
Kata-kata tak tahu ke mana. Kalimatku campur aduk. Aku mulai lupa peran kita sebatas fiksi atau bukan….
Andai aku menjadi jeda dalam tiap kalimat yang kau keluarkan. Jeda koma sebelum titik keabadian. Bagiku, kau bukan “hanya”, kau adalah sebesar-besarnya luka sekaligus tawa tercipta dalam “seandainya” hari ini, semua ucap dan tulisan yang kau edit untuk diungkap lagi. Entah esok lusa jika kau nyatakan aku sekadar jeda sebelum kau kembali pergi.
Oleh @caplang untuk @rorolembayung
Diambil dari 30hari.cahyono.com
---
Surat balasan @rorolembayung untuk @caplang
Meyakini Keraguan Diri Sendiri Meragukan Keyakinan Orang Lain
Jujur aku sangat kaget membaca
kiriman surat
darimu kemarin. Ditambah posisiku yang kala itu sedang bertarung dengan asap
kendaraan dan panas aspal jalanan serta genangan keruh di mana-mana karena
adanya kepentingan kantor, membuatku sedikit agak tidak fokus.
Setiap kali lampu LED ponselku
menyala, ketahuilah kamu orang yang aku harapkan muncul di list pertamaku punya
contact. Jujur kemarin akupun merasa kecewa ketika kau meeting di dekat rumahku
dan kita berjanji bertemu kau malah memutuskan menonton pertandingan basket entahlah dengan
siapa itu. Namun satu hal, ternyata harapanku sudah pintar dan terlatih betul
untuk memaknai apa sebuah arti tahu diri.
Sudah lama aku tidak merasakan
euphoria berlebih, merasakan nikmatnya melamun serta tangan dan kaki dingin
gemetaran dan itu kurasakan ketika menerima surat pertama darimu. Akupun sering
menanyakan perihal suratmu fiksi atau bukan karena aku takut dikelabuhi oleh
perasaanku sendiri.
Ketika aku mendapati surat ketigamu kemarin,
mungkin memperjelas bahwa kamu takut aku kebawa tulisanku sendiri dan pada
akhirnya aku benar-benar menjatuhkan hati padamu sedang tidak ada yang mau
bertanggung jawab atas segala perkara rasa ini makanya kamu sekat terlebih
dahulu.
Gusar dengan keadaan ini ku
beranikan diri untuk bertanya langsung padamu dan ternyata pradugaku salah,
lantas aku dikejutkan dengan pernyataan bahwa kau yang sebaliknya, kau takut
kau menjatuhkan hati padaku sedang aku tidak.
Terima kasih sudah lagi-lagi
dengan tiba-tiba kau datang di depan kediamanku larut ini dan memulangkanku
dipertiga malam hanya untuk sekadar berbincang banyak.
Terima kasih untukmu pria yang
mungkin suatu hari berada di hangat dekapan.
Diambil dari
nadiarorolembayung.blogspot.com
No comments:
Post a Comment