Malam itu dingin, seperti malam-malam biasanya. Aku duduk menyendiri di kamarku, memeluk satu bantal dan tak lupa memegang Handphoneku. Apa yang kulakukan? Oh, tentu saja sekedar membaca timeline di Twitter dan kadang tergelak tak karuan karena ada beberapa twit yang lucu.
Tepat malam itu, aku menemukan username Twittermu. Satu username yang begitu mudah untuk disebut. “Twit-twitnya seru kayaknya…” pikirku. Tanpa ragu aku meng-click tab ‘follow’ yang ada di layar handphoneku.
Tak pernah ada interaksi di antara kita, aku hanya membaca twit-twitmu dan tak berniat melakukan apa-apa. Hingga di satu malam berikutnya, kamu bertanya “Ada yang belum punya pin BB-ku gak?”. Iseng, ku-reply “Gue!”. Aha! Beberapa menit berikutnya pun ada satu DM, dan itu darimu. Serangkai pin BB yang segera ku-add waktu itu juga.
Aneh. Kita tak berbicara sedikit pun. Tak ada apa-apa, tak ada interaksi, sekalipun aku telah melihat namamu tertera di daftar contact BBM-ku. Hingga di satu malam lainnya lagi, aku mengirim satu BM yang isinya mempromosikan salah satu teman perempuanku yang baru saja jomblo. Niatnya hanya bercanda―dan ternyata kau membalas BM-ku, “Aku twit ya?” tanyamu.
“Terserah, kak..” Jawabku.
Kita pun berkenalan, berbincang cukup lama, aku bercerita banyak dan kamu pun banyak memberikanku saran-saran yang masih kuingat hingga detik ini.
Kamu smart, dan aku suka itu. Aku mulai sering mencoba mencuri-curi perhatianmu. Kadang berhasil, namun kadang kamu tak peduli. Aku sering bercerita kepadamu. Ah, sungguh menyenangkan. Aku dapat melihat sejauh mana kamu mampu menafsirkan hal-hal yang ada di sekelilingmu. Kamu punya satu sudut pandang yang tak dimiliki orang lain, dan aku jatuh cinta dengan caramu memandang setiap hal-hal yang kamu temui.
Waktu terus berlalu, hingga kita semakin kerap berinteraksi. Tak ada apa-apa sebenarnya. Aku hanya senang berinteraksi denganmu, aku senang membagi cerita denganmu. Semacam―kamu diciptakan untuk mengerti setiap hal-hal yang sebenarnya sulit untuk aku jelaskan. Entah apa ini namanya, aku pun tak tahu. Kamu tahu apa yang aku mau dan tak mau. Kamu tahu apa yang aku suka dan tak suka. Kamu tahu apa yang aku pikirkan dan apa yang tidak sedang aku pikirkan.
Pertama kali kita bertemu, aku masih ingat satu kalimatmu, “Kamu senyumnya bagus ya!”. Aku senang luar biasa. Akhirnya ada orang yang benar-benar menghargai eye-smile-ku. Akhirnya ada orang yang benar-benar memperhatikannya dan mengatakannya langsung di hadapanku. Karena kamu, aku bangga dengan eye-smile-ku. Karena kamu, aku semakin ingin menjadi seorang Tiffany Hwang.
Kenapa? Surat aku apeu banget ya? Emang! Otak aku udah gak konsen nulis lagi nih. Segini dulu ya surat dari aku. Daaaa!
Oleh @vanatigh Sumber: http://irvanwiraadhitya.tumblr.com
No comments:
Post a Comment