21 January 2013

Tai Lalat Penanda

Dear Wanitaku,

Ingatkah kamu kapan kita bertukar hati?
Pertukaran yang gak pernah diketahui kapan akan kita kembalikan.
Aku telah melupakan kapan, pun aku mengharapkan kamu untuk melupakan. Tak ada gunanya untuk mengingat awal, seperti tak bergunanya menebak akhir.

Katakan ‘Tidak’ untuk pertanyaanku di awal. Tak ada kepentingan apapun untuk dikembalikan lagi.
Jika resikonya adalah melupakan diri sendiri, dengan mudah aku mengiyakannya. Akan ku lakukan tanpa beban tanpa keberatan. Adil bukan?

Sekarang kita sedang bertarung dengan jarak yang sulit untuk ditempuh, juga waktu yang lebih dari separuh. Kelak, emenangan kita akan dihadiahi ikatan yang utuh, membayar segala apa-apa yang kita butuh.

Wanitaku,

Aku ingin memberiatahumu sesuatu. Bukan janji untuk menjadikanmu ratu. Melainkan rahasia yang ku tinggalkan dibalik wajah cantikmu itu.

Mendekatlah pada cerminmu. Lihatlah baik-baik apa yang menonjol di wajahmu. Tersenyumlah saat kamu melihat hidungmu tanpa dibebani tangkai kacamata barumu.

Di sebelah kanan hidungmu ada tai lalat besar, bukan? Itu aku yang melakukan.
Aku memberimu tanda supaya kamu mudah dikenali, dalam kodisi terburuk aku lupa dengan sosokmu atas biadabnya jarak dan waktu.

Tidak hanya buatmu, aku melakukannya juga untuk diri sendiri. Aku memberi tanda yang sama, di posisi yang sama, tapi dengan ukuran yang lebih kecil. Supaya kamu mudah mengenaliku, dalam kondisi terburuk yang sama, oleh kebiadaban dua hal yang sama. Sekarang kamu sudah tau.

Lewat surat ini juga, aku mengabarkan pada dunia akan tai lalat penanda kita berdua. Jika saja terjadi hal yang jauh lebih buruk, aku dan kamu tak mampu untuk saling menemukan. Biarlah dunia yang mempertemukan dan menyatukan.

 oleh: @zulhaq_ Sumber: http://zulhaq.tumblr.com

No comments:

Post a Comment