Di tengah langit sore aku terduduk sesekali memandang keluar dari balik kaca di ketinggian pusat Ibu Kota. Banyak kendaraan terlihat melintas perlahan di bawahku. Jembatan di atasnya terhempas kosong masih dalam pembangunan.
Di atas meja bundar dengan ditemani secangkir kopi yang sudah setengah aku habiskan, mataku berpindah dan tak henti memahami kata-kata dalam buku yang sedang aku baca. Lembar demi lembar kulahap habis tanpa aku memikirkan lagi keadaan sekitar. Lalu hingga kamu muncul dengan sinar kecilmu menyinari sisi bagian atas buku. Aku masih tidak memperdulikan kehadirannya, karena aku sudah dalam posisi sangat nyaman dimana aku terduduk.
Lalu sinarmu perlahan melebar menampakan kecerahannya di seluruh bagian bukuku hingga mataku terlalu silau untuk melihat tulisan yang sedang aku baca. Aku pun menggeser sofa yang kududuki lalu menghadapkannya tepat ke jembatan layang dan bangunan tinggi yang menjulang dengan gagah berani.
Kuhentikan mataku untuk tidak membaca lalu kuletakan buku di atas meja. Kuperhatikan sinarmu yang berasal dari atas gedung-gedung dimana tempat kamu berada, dan langitpun tak mampu manghalangi pancaranmu. Bahkan seluruh kaca di gedung bertingkat tak mampu menghalau atau menghentikanmu.
Kuhentikan mataku untuk tidak membaca lalu kuletakan buku di atas meja. Kuperhatikan sinarmu yang berasal dari atas gedung-gedung dimana tempat kamu berada, dan langitpun tak mampu manghalangi pancaranmu. Bahkan seluruh kaca di gedung bertingkat tak mampu menghalau atau menghentikanmu.
Pantulan sinarmu begitu jelas hingga ia semakin melebar ke bagian gelap tepat di bawah jembatan. Rerumputan dan pohon kecil begitu damai menyambut kehadirannnya. Saat itu aku tahu bahwa mereka sangat senang dengan kehadirannya sinarmu yang menerangi setengah bagian dari mereka. Rerumputan dan pohon kecil itu begitu terlihat sangat hidup karena ia menampakan gerakan kecil mengikuti gerak angin yang lewat.
Tak jauh dari situ aku melihat sinarmu menampakan kilaunya ke seluruh bagian lahan kosong, yang menjadi ruang dengan tanamannya yang hijau di tengah kota. Dan terlihat dua bagian dari ruang hijau itu membentang namun tak cukup luas, dengan bangunan tinggi di sekelilingnya yang masih berdiri, mereka semua seolah memeluk ruang hijau itu sambil tersenyum menyapa sinarmu.
Mataku menatapmu, dimana menjadi tempat sinar itu berada. Aku menyipitkan mataku sesekali, alis tebalku-pun mengkerut. Bisa kulihat sinar yang lebih terang, berada mengelilingimu. Kau bagaikan bola lampu yang menyinari ruang kamarku. Namun sinarmu jauh lebih terang dan mampu membentangkan keseluruh jagad raya.
Kurasakan kehangatan di seluruh wajahku. Sinarmu masuk ke setiap pori-pori kulit wajahku tanpa aku bisa menghalanginya. Walau aku memakai jaket dengan penutup kepala, tapi aku tidak menggunakannya, aku ingin merasakan sinarmu ini masuk hingga ke seluruh pori-pori bagian tubuhku yang tidak tertutupi pakaian.
Kupejamkan mataku, kali ini bukan kegelapan yang aku lihat, melainkan sebuah cahaya berwarna oranye. Lalu lama kelamaan berubah warnanya menjadi merah hati.
Nafasku tak henti menghirup sinarmu, aku ingin merasakan kehangatannya masuk ke seluruh tubuhku dan menghangatkan sel-sel syaraf hingga kebagian jantung yang tak berhenti berdetak, seolah ia juga bisa merasakan kehadiran sinarmu.
Nyaman rasanya menyatu dengan sinarmu sore ini di antara keramaian yang mungkin tidak terlalu peduli, dan aku senang menjadi salah satu orang yang menyadari kehadiranya. Aku tidak akan pergi menjauh untuk menghindarinya. Aku akan tinggal, dan merasakan kehangatan ini.
Terima kasih sudah menemani waktu soreku dengan sinarmu yang begitu indah.
oleh @skandarwhe
diambil dari http://thisismyshortstories.blogspot.com
Terima kasih sudah menemani waktu soreku dengan sinarmu yang begitu indah.
oleh @skandarwhe
diambil dari http://thisismyshortstories.blogspot.com
Yey! thanks kapten! :)
ReplyDelete