Menggagumimu, cukup sekian nyaliku
Dingin dan gemercik hujan mengantarkan aku pada layar kaca yang ada dihadapanku saat ini, entah tiba-tiba aku ingin menulis sesuatu tentangmu yang belakangan ini memenuhi isi kepalaku. Semoga saja tulisan ini tidak berlebihan, karna yang aku tau Rabb ku itu Maha Pencemburu makanya perihal ini ku simpan rapi di dalam qolbu. Walau sejujurnya ingin sekali kau tau tentang kagum yang ku simpan sejak dulu.
ya.. teruntuk kamu yang hanya bisa terjangkau oleh anganku.
Sebuah nama sebuah rahasia tapi tidak bisa dikatakan rahasia lagi mengingat sahabat-sahabat terdekatku sudah mulai tau perkara asa hingga rasa yang aku sandarkan padamu.. Maaf, tadinya ingin ku telan sendiri, tapi apa mau di kata namanya juga rasa smakin di simpan justru malah smakin bikin gelisah :)
Biasalah wanita salah satu bentuk ujiannya adalah mengendalikan rasa.
Sebenarnya, bisa dikatakan aku adalah orang yang supel dalam bergaul, jelas kau tau itu. Tapi entah kenapa saat di hadapanmu aku harus bekerja keras untuk berlaku senormal mungkin agar tetap stay cool meski akhirnya aku menjadi linglung, dan bersikap seperti baling-baling yang hanya berputar di satu titik tanpa kendali, sulit berhenti. Lalu mereka bilang aku salting, tapi bagiku itu tidak penting karna aku yakin kau pun tak menyadari.
Ketika tak bertemu aku rindu, tapi ketika tepat dihadapanmu pandanganku mengembara jauh, melintasi gerbang laku yang malu-malu, sulit memfokuskan diri, dan ingin segera pergai tanpa sempat membaca situasi. Bahkan kedua mataku yang biasanya jeli tak mampu menerjemahkan apa yang terjadi.
Sesekali jiwaku berteriak “jadilah aku, setidaknya kau akan tau bagaimana rasanya menyimpan pilu dari decak kagum yang tak pernah kau tau.”
Sungguh kekaguman yang tertimbun pada si pemilik senyum itu sebenarnya bukan dalam tempo yang singkat, melainkan sejak duduk di bangku sekolah dulu entah sudah berapa tahun yang lalu dan ku biarkan saja begitu. Sampai akhirnya kekaguman itu berkembang pesat diluar dugaanku bahkan sudah melahirkan sebuah asa yang sulit aku eja. Semoga Alloh memaafkan andaikata terselip hal yang berlebihan, karna tak jarang aku sampai menyelipkan namamu di antara semoga dan aamiin-ku.
Jakarta, lupa tanggal
Ini ku tulis sebelum aku tau, kau telah menyimpan sebuah nama dalam hatimu.
Jadi maafkan jika suratku mengganggu.
Dingin dan gemercik hujan mengantarkan aku pada layar kaca yang ada dihadapanku saat ini, entah tiba-tiba aku ingin menulis sesuatu tentangmu yang belakangan ini memenuhi isi kepalaku. Semoga saja tulisan ini tidak berlebihan, karna yang aku tau Rabb ku itu Maha Pencemburu makanya perihal ini ku simpan rapi di dalam qolbu. Walau sejujurnya ingin sekali kau tau tentang kagum yang ku simpan sejak dulu.
ya.. teruntuk kamu yang hanya bisa terjangkau oleh anganku.
Sebuah nama sebuah rahasia tapi tidak bisa dikatakan rahasia lagi mengingat sahabat-sahabat terdekatku sudah mulai tau perkara asa hingga rasa yang aku sandarkan padamu.. Maaf, tadinya ingin ku telan sendiri, tapi apa mau di kata namanya juga rasa smakin di simpan justru malah smakin bikin gelisah :)
Biasalah wanita salah satu bentuk ujiannya adalah mengendalikan rasa.
Sebenarnya, bisa dikatakan aku adalah orang yang supel dalam bergaul, jelas kau tau itu. Tapi entah kenapa saat di hadapanmu aku harus bekerja keras untuk berlaku senormal mungkin agar tetap stay cool meski akhirnya aku menjadi linglung, dan bersikap seperti baling-baling yang hanya berputar di satu titik tanpa kendali, sulit berhenti. Lalu mereka bilang aku salting, tapi bagiku itu tidak penting karna aku yakin kau pun tak menyadari.
Ketika tak bertemu aku rindu, tapi ketika tepat dihadapanmu pandanganku mengembara jauh, melintasi gerbang laku yang malu-malu, sulit memfokuskan diri, dan ingin segera pergai tanpa sempat membaca situasi. Bahkan kedua mataku yang biasanya jeli tak mampu menerjemahkan apa yang terjadi.
Sesekali jiwaku berteriak “jadilah aku, setidaknya kau akan tau bagaimana rasanya menyimpan pilu dari decak kagum yang tak pernah kau tau.”
Sungguh kekaguman yang tertimbun pada si pemilik senyum itu sebenarnya bukan dalam tempo yang singkat, melainkan sejak duduk di bangku sekolah dulu entah sudah berapa tahun yang lalu dan ku biarkan saja begitu. Sampai akhirnya kekaguman itu berkembang pesat diluar dugaanku bahkan sudah melahirkan sebuah asa yang sulit aku eja. Semoga Alloh memaafkan andaikata terselip hal yang berlebihan, karna tak jarang aku sampai menyelipkan namamu di antara semoga dan aamiin-ku.
Jakarta, lupa tanggal
Ini ku tulis sebelum aku tau, kau telah menyimpan sebuah nama dalam hatimu.
Jadi maafkan jika suratku mengganggu.
No comments:
Post a Comment