02 February 2013

Merah


Kepada Perempuan Bersepatu satu

Hari sudah senja saat aku menulis surat ini, awan pun mendung memerah, aku bertanya, mengapa awan mendung berwarna hitam disaat siang, dan merah disaat malam. Mengapa Ia mewarnai demikian? Mengapa tidak ungu dan hijau pupus? Mengapa juga tidak merah jambu terang dan magenta?

Selain itu, aku juga bertanya, apa kau sudah makan? Makan apa kau hari ini? Piringnya kau cuci sendiri? Atau kau letakkan saja? Aku belum makan hari ini. Aku puasa, Buka sebentar lagi.

Aku puasa untuk mencari ridho, Ridho agar dapat jodoh.  Sebenarnya aku ingin kurus, supaya laki-laki mau menjadi jodohku. Supaya salah satu dari laki-laki, ridho menikahiku.

Ku kira umurku sudah mumpuni, aku juga pintar menenun. Aku tidak suka laki-laki di kampungku, selain mereka selalu bau, gigi mereka juga kuning kelabu. Aku ingin kau carikan aku seorang lelaki dari kota. Yang wajahnya seperti penyanyi “Cenat Cenut”. Kalau ada yang seperti mereka, suruhlah berkirim surat denganku.

Sampai di sini dulu, aku mau buka puasa. Sekarang aku sambil berdoa buka puasa. Oh iya, sepatumu sudah ketemu? Coba liat ke genteng, tupai membawanya kesana.

Jangan lupa jodohku.


Oleh @ulansabit
Diambil dari http://punyaulan.wordpress.com/

No comments:

Post a Comment