Akhir pekan lalu, aku menulis di meja kerjamu dari malam tiba hingga pagi hampir menjelang, mirip seperti yang sering kau lakukan dulu. Pekerjaanmu memang mengharuskanmu menulis dan terus menulis hingga larut malam, berkutat dengan tumpukan buku, mengolah data demi data, dan terkadang menerjemahkan literatur berbahasa asing. Mungkin inilah yang membuat kondisi fisikmu semakin menurun, tapi kau tetap tersenyum dan semangat, demi kami.
Tapi aku tidak menulis karena pekerjaanku, aku menulis karena aku merasa bahwa aku menyukai hobi ini. Walaupun aku terkadang stres dikejar oleh deadline, — seperti dirimu dulu yang pernah beberapa kali mengeluh masalah angka kredit yang tak kunjung kau dapatkan — tapi aku merasa menulis ini menyenangkan.
Apakah engkau tahu? Kalau tahun lalu aku memenangkan beberapa hadiah dari hasil iseng-isengku ikut kuis, ya mirip seperti dirimu dulu yang sering mengumpulkan bungkus-bungkus kacang, pasta gigi, hingga sabun colek, yang kau kirimkan ke PO BOX mereka, “Siapa tahu menang, kan ada undiannya” ujarmu waktu itu, yah walaupun aku tak pernah lihat ada hadiah yang datang ke rumah sih. Kali ini aku bilang, kalau nasibku mungkin sedikit lebih beruntung darimu.
Tentang coretan-coretan ringan yang selalu kau buat di kertas kecil, tentang aktivitas apa saja yang akan kau lakukan hari ini, akupun juga membuat yang semacam itu, — karena perkembangan teknologi, maka aku membuat reminder — di handphone. Aku ingin jadi perencana ulung sepertimu, yang selalu tahu apa yang harus dilakukan, kalau aku, jujur, membuat reminder karena aku sering lupa apa yang harus aku lakukan.
Tumpukan buku-buku kini berjajar — dan berserakan — di kamar kostanku yang sempit, mirip di rumah kita waktu kau belum merencanakan untuk membuat ruang penyimpanan — yang lebih mirip ruang harta karun — di langit-langit rumah. Aku sedang suka membaca apa saja, walaupun seringnya belum bisa mengamalkan apa yang aku baca.
Tentang Mama, aku mengidolakan wanita yang seperti itu, yang bisa mandiri, rajin bekerja keras, yang sayang kepadamu dan aku — keluarga kecilnya —, dan tetap tegar menghadapi hidup ini walaupun aku beberapa kali melihatnya menangis karena sepi, eh tapi janji ya, jangan bilang Mama kalau aku bercerita ini padamu. Jikalau engkau masih bisa aku temui, mungkin aku ingin bertanya: “Bagaimana cara mendapatkan wanita seperti Mama?”
Aku sendiri tak yakin, apakah aku kini semakin mirip denganmu.
Omong-omong, bagaimana kabarmu di sana, Pa? Masih suka begadang?
Ditulis oleh : @arievrahman
Diambil dari http://arievrahman.tumblr.com
No comments:
Post a Comment