17 January 2013

Sketsa I : Saat Gerimis Tiba

Gerimis,

Tidak pernah sulit rasanya mengingat dan menceritakan tentang bagaimana pertemuan hingga bagaimana kita tercipta. Berawal dari perjumpaan tiba-tiba, setelah aku hanya dapat melihatmu dari dalam kafe.Sedangkan kamu asik menunggu hujan reda dengan sesekali memainkan tetesannya di punggung tangan kiri seolah dia menari dan tanganmu adalah panggung.

Kita memulai perkenalan dengan formal lalu mengakhirinya dengan obrolan-obrolan normal, mulai dari percakapan tentang hujan yang memiliki nyawa hingga kesukaanmu pada gerimis. Tentu dari awal mengenalmu aku tidak sangsi dengan kesukaanmu terhadap gerimis, kamu begitu cinta dengan tetesannya. Katamu, Tuhan menciptakan hujan untuk mereka yang mencari ketenangan, dan gerimis bagi mereka yang senang dengan hal-hal romantis.

Aku melanjutkan, bahwa air itu zat yang hidup. Air selalu bereaksi dengan omongan dan suasana hati yang memilikinya, jadi jangan heran jika ternyata ada minuman yang telah didoakan kemudian ampuh itu bukan karena mantra yang sakti tapi karena air selalu merespon tindakan manusia. Kamu keheranan ketika aku mengatakan hal ini. Kita memang berada di dua kutub yang berbeda, kamu berada di kutub selatan dengan segala metafora dan khayalan sedang aku di kutub utara dengan segala ilmu pengetahuan dan logika.

Tapi rupanya, seperti mangnet yang menyatu jika didekatkan dengan dua kutub yang berbeda, kita melekat dalam magnet berbentuk hati. Aku ini makhluk logis yang meleleh dengan makhluk romantis. Entahlah, siapapun yang melihat kita akan iri karena sejatinya yang kita cari adalah pasangan yang darinya kita menemukan diri kita utuh tercermin. Aku menemukanmu, si sisi romantisku. Aku mencintaimu, Rinai. Sekarang seharusnya kamu tahu kenapa kamu begitu mencintai gerimis.



Tertanda,

aku si makhluk logis dengan cinta yang tak pernah habis




oleh @sedimensenja
diambil dari http://sedimensenja.wordpress.com

No comments:

Post a Comment