Kuperkenalkan diri terlebih dahulu aku sebagai perempuan yang berusaha menggapai hati seseorang yang memberikannya kepadamu namun belum kau terima.
Koreksi ya jika ternyata kau sudah berbagi rasa yang sama namun aku belum menyadarinya.
Terimakasih, nona. Atas segala perubahan baik yang terjadi padanya demi memperoleh hatimu. Hingga kini segala pengorbanan dariku tidak mampu menjadikannya lebih baik walau hanya sedikit. Siapalah aku, orang asing yang berusaha menyusup ke dalam kehidupannya.
Sudahkah kau baca judul suratku ini, nona? Kepada perempuan yang memenangkan hatinya. Ah seolah kita ini berlomba. Nyatanya, aku yang berusaha sekuat tenaga, tapi kau tak perlu melakukan apapun, nona. Kau tak perlu menyulitkan dirimu barang sedikit, ia akan tetap menghamba kepadamu. Seharusnya kurubah judul suratku ini bukan? Kepada perempuan yang memperoleh hatinya.
Atas setiap kebahagiaan, tertoreh pula kesedihan. Kuberitahu, nona. Setiap kali kau bermain, jahil membiarkan usahanya sedikit berhasil, aku membiaskan tawa. Bukankah manusiawi nona merasakan perih ketika ia yang kau titipkan rasa tertawa bahagia atas rasanya kepada orang lain?
Nona, maafkan aku jika lancang menuliskan surat ini padamu. Aku tak mengenalmu kecuali dari dia yang dengan senang hati mendeskripsikan tiap detiknya bersama denganmu. Aku selalu senang mendengarnya bercerita. Tapi rupanya Tuhan ingin bermain. Matanya berbinar tiap kali menceritakan sosokmu, Nona. Haruskah kupadamkan binarnya atau menikmatinya dalam pahit?
Kucurahkan perhatianku padanya dengan senang hati, tapi rupanya, ia tak suka. Ia bahkan memarahiku. Lalu kau sekedar menyapanya, dan dia bersedia memberi semesta padamu. Aku yang berlari menujunya ketika tak ada orang lain yang bahkan sudi mengajaknya, tapi ia memilih untuk merangkak berharap dirimu menoleh sedetik untuknya, Nona.
Aku ini hanyalah penjaga loket tiket bus TransJakarta, Nona. Ia penumpang setia. Tujuannya dirimu, tak peduli sepanjang apa antriannya, atau seramai apa didalam bus.
Kutulis surat ini bukan untuk mengutukmu, Nona. Hanya saja, sebesar apapun kulapangkan hatiku, tetap aku tak mampu turut berbahagia untuknya jika ia bersamamu. Aku hanya merasa dirimu perlu mengetahuinya dan mengucap terima kasih kepada Tuhan. Karena aku tak mengenal orang lain yang bertekad sekuat ia untuk membahagiakanmu. Sekuat tekadku untuk membahagiakannya.
Kepada perempuan yang memperoleh hatinya,
Selamat, Nona. Ah, kau tak perlu kasihan padaku, Nona. Aku bertanggungjawab penuh atas rasaku sendiri.
Ditulis oleh : @giustiageoda
Diambil dari http://giustiageoda.tumblr.com
Wilujeng siang Ge, mugi sedayanipun kados ingkang punapa panjenengan kajeng. Mugi keluarga tansah kaparingan kasarasan nuli katentraman.
ReplyDeleteread. pertamax di blog ini.