17 January 2013

Perempuanku Rinjani

Selamat petang, Rinjani.

Ah, maaf aku memanggilmu hanya dengan mengucap namamu saja. Tak ada embel-embel sayang, cinta dan gendut seperti yang biasa kulakukan. Kurasa tak ada lagi hakku untuk itu, seperti yang kau utarakan padaku tempo hari.

Suratku ini pun tentunya mengusikmu ya, Rinjani? Padahal jelas sudah kau bilang aku segera mungkin harus menjauhi hidupmu, melupakan ingatan tentangmu dan tentang kita yang sudah akan memasuki tahun ketiga hubungan kita. Maaf, aku belum bisa untuk itu, walaupun telah dengan tegas kau mengatakannya didepan mukaku. Raut wajah dan sorot matamu kala itu Rinjani, tak seperti biasanya. Emosi dan marah menguasai hati dan pikiranmu sehingga aku percaya, segala yang terucap adalah bukan dari hatimu. Kata-kata yang menyakiti relungku tentunya itu hanya pelampiasan emosimu terhadap keadaan yang semakin membuat kita diharuskan seperti ini.

Rinjani, percayalah. Kalaupun kau menyesali perkataanmu tempo hari lalu, sudah kumaafkan sepenuhnya. Dan aku tidak akan pernah benar-benar pergi dari hidupmu. Walaupun kupastikan, kau tak akan pernah lagi melihat sosok lelakimu yang dulu pernah memperjuangkan kamu. Karena aku tidak akan pernah menemuimu lagi. Hanya surat-suratku yang mungkin akan datang sesekali ketika aku sudah tak sanggup membendung rindu ini lagi. 

Apapun sebab dari kamu memutuskan untuk kita masing-masing saja berjalan, dan tak bersama lagi, Rinjani. Aku sepenuhnya berusaha percaya bahwa keadaanlah yang memang mengharuskan. Kau tidak lagi bersabar menungguku dalam penantian panjang yang orang-orang bilang adalah LDR. Kau sudah terlalu lelah. Kau bahkan menyerah sebelum aku sempat membuktikan bahwa jarak bukanlah sesuatu yang harus menjadi alasan perpisahan kita. Aku disini tetap dengan janji kita dahulu, bahwa tak akan ada yang berubah dari jarak yang membentang antara kita. Sebisaku membuatmu merasa nyaman dengan jarak yang lambat laun akan menjadi sahabat kita. Namun, kau terlalu dini menyerah Rinjani.

Ataukah sudah ada lelaki lain yang membuatmu tersipu-sipu saat kau memandangnya selain aku? Ah, maaf Rinjani. Maaf tak seharusnya aku menuduhmu demikian, karena kau tak mungkin akan membagi hatimu.

Begitupun denganku Rinjani, tak pernah ada perempuan yang akan menggantimu. Disisiku, pun dihatiku. Aku hanya merasa keadaan ini tak adil untuk kita. hanya itu.

Namun bagaimanapun aku menghormati keputusanmu. Aku bahkan tak ingin memaksamu untuk tetap tinggal kala kau sudah ingin beranjak.

Ini aku, lelakimu yang masih menanyakanmu disetiap waktu.


Ditulis oleh : @enhanhanha
Diambil dari http://ernamardjono.tumblr.com

No comments:

Post a Comment