27 January 2013

My Dearest Arin

My Dearest Arin Kirana Sari

Mengingat masa 12 tahun yang lalu, di malam cerah dengan kilau purnama kamu hadir di tengah tengah kesederhanaan keluarga kita.

Arin Kirana Sari

Begitu aku memberimu nama, entah kenapa aku memberimu nama itu… aku hanya merasakan, kamu harus memiliki nama itu. Sebenarnya aku ingin memberimu nama Wulan… untuk menggambarkan purnama yang menerangi mu saat kamu menghirup nafas dunia untuk pertama kali  nya. Tapi kehadiranmu sendiri sudah seperti purnama. Karena itu aku tidak merasa perlu memberimu nama Wulan lagi.

Jadilah, nama itu yang ku berikan, emak dan bapak menyerahkan sepenuhnya proses pemilihan namamu padaku. Di tangan gadis kecil berusia yang kurang lebih sama denganmu sekarang… aku menemukan nama itu.

Ah… Dek… Seandainya kamu tahu kelakuanku dulu…. Aku begitu membencimu, kasih sayang emak dan bapak serta mas… semua tumpah padamu. Karena itu aku membencimu… tidak adil.. begitu kataku dulu, aku juga butuh di perhatikan… kenapa Cuma kamu yang di limpahi kasih sayang. Aku juga butuh….

Tapi seiring waktu berjalan dan kebersamaan kita yang emak paksakan untuk terjadi. Emak memaksaku memangku kamu… memaksaku membantu menggendong kamu, ah emak… dulu aku setengah mati kesal saat Engkau melakukan itu… tapi keterlibatanku atas dirimu membuat aku mulai sadar… kamu masih bayi… emak mengajariku dewasa dengan lebih mengutamakan kamu dari pada aku. Karena kamu masih butuh pertolongan dalam hampir semua hal.
Sejak kehadiran kamu, keuangan keluarga kita mulai surut… ah aku menolak percaya takhyul bahwa kehadiran anak baru membawa pengaruh baru dalam ekonomi keluarga. Aku tidak percaya itu… aku menolaknya untuk membelamu, lihatlah… kamu begitu manis, kulit putih emak yang kamu warisi membuatmu terlihat sehat dan montok. Kadang aku iri padamu… kenapa kulit coklat bapak yang ku warisi, dan bukan kulit putih emak. Iri kenapa wajah tegas emak yang ku warisi.. dan bukan wajah imut bapak dengan segala kelebihannya. Yang membuatku makin bangga memilikimu sebagai cerminan sempurna dari kedua orang tua kita.  Aku melihatmu tumbuh dengan baik, meski di tengah kehidupan keluarga kita pas pas an. 

Susahnya kehidupan keluarga kita membuatku harus mengubur keinginanku untuk mengenyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Ah… impianku terputus… seandainya aku tidak merasa begitu kasihan pada emak dan bapak yang sudah menyekolahkanku sampe ke batas kemampuan mereka, aku pasti akan meminta mereka menyekolahkanku lebih tinggi lagi. Tapi aku mencoba sadar diri ketika itu… masih ada kamu… dan kamu juga butuh pendidikan, bagiku cukup segitu saja.

Aku akan survive… aku akan berjuang sendiri mulai saat itu, sekaligus berusaha memastikan kamu tidak usah harus merasakan apa yang aku rasakan. aku ingin kamu mendapatkan semua yang kamu inginkan. Semua yang kamu butuhkan… mbak mu yang tidak begitu sempurna ini akan mengusahakannya untukmu.

Dek… mbak tau kamu tidak bisa membaca tulisan ini, karena perangkat telekomunikasi yang kamu pakai masih jauh dari bisa di pakai untuk membaca tulisan ini, tapi aku tahu… teman teman mu mungkin ada yang membacanya. Semoga mereka menyampaikan apa yang ingin aku katakan ini padamu.

Sebuah permintaan maaf… dari ku, kakak yang dulu menjanjikanmu surga. Tapi hanya mampu memenuhi satu dari kebutuhanmu yang berjuta juta. Betapa inginnya mbak membelikanmu apapun yang kamu inginkan… membelikanmu tablet seperti yang di pakai teman temanmu, membelikanmu motor baru yang bisa kamu pamerkan di hadapan mereka yang suka pamer kekayaan di hadapanmu, mengajakmu jalan jalan ke tempat yang bisa kamu ceritakan dengan bangga kepada teman temanmu di sekolah.

Tapi mbak tidak punya daya, mbak harus membantu emak… mencukupi kebutuhan mbak agar  mbak tidak harus menadahkan tangan meminta bantuan emak. Mbak sedang berusaha dengan yang mbak bisa untuk mencukupi kebutuhan sekolahmu yang lebih penting. Mbak sedang berusaha sekuat tenaga memastikan masa depan yang lebih cerah untukmu, agar kamu tidak usah merasakan  betapa sakitnya mengubur cita cita yang setinggi langit demi karena sebuah keterbatasan.

Maafkan mbak dek… kadang kadang mbak galak sama kamu, membentak bentak Cuma supaya kamu mau membantu emak membersihkan rumah, marah marah Cuma karena kamu pulang telat dari sekolah, memarahimu karena kamu menghabiskan uang saku mu untuk jajan. Dan tidak menyisihkan sedikitpun untuk di tabung. Mbak dulu juga melakukannya… melakukan apa yang kamu lakukan sekarang, mbak juga sama dengan mu… ngambek kalo Emak sudah mulai memarahi mbak dengan hal yang sama yang mbak gunakan alasan untuk memarahimu. Sekarang setelah agak dewasa mbak tau… emak melakukan itu untuk mengajari Mbak tanggung jawab.

Mbak melakukan itu juga untuk membantu mengajarimu, mempersiapkanmu menjadi orang yang mbak harap bisa menjaga emak nanti kalo mbak sudah tidak berada di tengah tengah kalian lagi, mbak sudah dewasa dek… suatu saat mbak akan menikah dan sibuk dengan kehidupan keluarga mbak sendiri. Mbak harap… saat itu kamu bisa menjadi harapan emak. Menjadi penjaga emak dan bapak yang sudah renta.

Mbak akan menjadi penopang untukmu. Mencoba memenuhi semua kebutuhanmu. Mengusahakan masa depanmu sebaik yang kamu inginkan. Mbak tahu… mbak bukan superhero. Tapi mbak ingin… suatu saat ketika kamu mengingat mbak… kamu akan tersenyum karena mengingat kasih sayang mbak… yang tidak mampu mbak ungkapkan dengan kata kata.
 
Setelah sekian banyak kekecewaan yang mbak berikan untuk emak dan bapak, mbak hanya berharap kamu tidak melakukan salah satu di antaranya dek… mbak hanya berharap kamu mendengar apa yang mbak katakan. Agar kamu tidak harus terjerumus ke jurang yang sama tempat mbak terjatuh.

Dulu mbak jatuh ke sana karena mbak sama sekali tidak tahu tentang itu, mbak jatuh kesana karena mbak tidak tahu kalau jurang itu menyakitkan. Tapi sekarang ada mbak yang menuntunmu… ada mbak yang mengingatkanmu. Ikuti mbak bilang…. Dan kamu akan baik baik saja.
 


oleh @princesrei
diambil dari http://backstagecorner.blogspot.com

No comments:

Post a Comment