Kemarin sore itu mengasyikkan.
Aku bertemu lagi dengan sebuah gitar dari teman kos, Dunan namanya, gitarnya sebuah akustik elektrik. Waktu pertama aku pinjam di sore Jum'at bulan lalu, kata Dunan gitarnya jarang dimainkan selama hampir satu tahun ini. Kasihan kau gitar, jarang dibelai dengan jari-jari. Ada satu lagi teman kosku bernama Wandi, ia bahkan baru tahu di kamar Dunan ada gitar.
Gitar ini sepertinya belum punya nama, ya sudah, aku menamainya "Melur". Untung saja namanya bukan melar, kan dia punya bentuk tubuh bagus :D. Kemarin sore adalah waktu intimku bersama Melur disebabkan lampu padam di kos-kosanku. Kita satu kos belum isi ulang listrik. Akibatnya, aku yang ditinggal Dunan dan Wandi yang sedang pergi memeluk Melur dengan latar suara hujan, sementara rumah lain terang benderang.
"Melur, boleh kau kusentuh?" Bisikku pelan
"Dengan senang hati, Riz."
Ah, dia memanggilku dengan 3 huruf di pangkal nama depan, sungguh manis karena selama ini yang memanggilku dengan Riz adalah kakak perempuanku, dan seorang klien kantorku, seorang ibu paruh baya.
Jemari sudah tidak malu lagi, terlebih tangan kiriku yang memang rindu dengan kapalan di ujung-ujungnya. Kau bersuara lembut sekali Melur. Desahan yang sangat bagus di kegelapan ketika aku memeluk, menyentuh dan mencekik lehermu. Aku sekejam ini saja kau bersuara merdu. Kau memang mengajariku untuk ikhlas menerima kesakitan, Melur. Langsung terpikir kalau malam ini kau akan kubawa bermain di atas tilam kamar. Yudha, teman satu kosku pulang disusul dengan Wandi lima menit kemudian. Kini aku bertindak lebih normatif, Biasa saja terhadapmu. ah aku benci bersikap pura-pura, Melur. Lalu Wandi meminjammu sebentar, aku mengiyakan saja.
"Sial, aku tak bisa bermesraan malam ini!" Gerutuku
Lanjut lagi aku bercerita dengan Yudha, aku masih teringat kau Melur, nasib baik, Wandi bosan denganmu. Aku raih lagi kau dengan senyum kemenangan, memelukmu lagi sambil fokus berbicara dengan Yudha. Masih belum habis mencoba kesabaranku sore itu. Balik Yudha yang meraihmu.
"Mau belajar main gitar." Kata Yudha meraih lehermu.
"Aku mau naik dulu ke kamar, ganti baju."
Kuseret tas kerja dan meninggalkan mereka berdua. Selang waktu beberapa menit, aku turun lagi dan melihat Melur sudah dalam balut penyimpanan. Aku tahu panas sekali di sana. Tapi sabar ya, Melur. Aku mau ngobrol-ngobrol sedikit dengan Yudha,
Setelah beberapa menit, akhirnya memang tiba saat kita. Aku bawa kau ke kamar, kubuka pelan-pelan bungkusmu. Zulaikha kucingku sudah anteng di samping kita berdua, menunggu di-nina bobo-kan. Hingga akhirnya kita klimaks dan tidur berdua.
Terima kasih, Melur.
oleh @rizkymamat
diambil dari http://rizky-muhammad.blogspot.com
Aku bertemu lagi dengan sebuah gitar dari teman kos, Dunan namanya, gitarnya sebuah akustik elektrik. Waktu pertama aku pinjam di sore Jum'at bulan lalu, kata Dunan gitarnya jarang dimainkan selama hampir satu tahun ini. Kasihan kau gitar, jarang dibelai dengan jari-jari. Ada satu lagi teman kosku bernama Wandi, ia bahkan baru tahu di kamar Dunan ada gitar.
Gitar ini sepertinya belum punya nama, ya sudah, aku menamainya "Melur". Untung saja namanya bukan melar, kan dia punya bentuk tubuh bagus :D. Kemarin sore adalah waktu intimku bersama Melur disebabkan lampu padam di kos-kosanku. Kita satu kos belum isi ulang listrik. Akibatnya, aku yang ditinggal Dunan dan Wandi yang sedang pergi memeluk Melur dengan latar suara hujan, sementara rumah lain terang benderang.
"Melur, boleh kau kusentuh?" Bisikku pelan
"Dengan senang hati, Riz."
Ah, dia memanggilku dengan 3 huruf di pangkal nama depan, sungguh manis karena selama ini yang memanggilku dengan Riz adalah kakak perempuanku, dan seorang klien kantorku, seorang ibu paruh baya.
Jemari sudah tidak malu lagi, terlebih tangan kiriku yang memang rindu dengan kapalan di ujung-ujungnya. Kau bersuara lembut sekali Melur. Desahan yang sangat bagus di kegelapan ketika aku memeluk, menyentuh dan mencekik lehermu. Aku sekejam ini saja kau bersuara merdu. Kau memang mengajariku untuk ikhlas menerima kesakitan, Melur. Langsung terpikir kalau malam ini kau akan kubawa bermain di atas tilam kamar. Yudha, teman satu kosku pulang disusul dengan Wandi lima menit kemudian. Kini aku bertindak lebih normatif, Biasa saja terhadapmu. ah aku benci bersikap pura-pura, Melur. Lalu Wandi meminjammu sebentar, aku mengiyakan saja.
"Sial, aku tak bisa bermesraan malam ini!" Gerutuku
Lanjut lagi aku bercerita dengan Yudha, aku masih teringat kau Melur, nasib baik, Wandi bosan denganmu. Aku raih lagi kau dengan senyum kemenangan, memelukmu lagi sambil fokus berbicara dengan Yudha. Masih belum habis mencoba kesabaranku sore itu. Balik Yudha yang meraihmu.
"Mau belajar main gitar." Kata Yudha meraih lehermu.
"Aku mau naik dulu ke kamar, ganti baju."
Kuseret tas kerja dan meninggalkan mereka berdua. Selang waktu beberapa menit, aku turun lagi dan melihat Melur sudah dalam balut penyimpanan. Aku tahu panas sekali di sana. Tapi sabar ya, Melur. Aku mau ngobrol-ngobrol sedikit dengan Yudha,
Setelah beberapa menit, akhirnya memang tiba saat kita. Aku bawa kau ke kamar, kubuka pelan-pelan bungkusmu. Zulaikha kucingku sudah anteng di samping kita berdua, menunggu di-nina bobo-kan. Hingga akhirnya kita klimaks dan tidur berdua.
Terima kasih, Melur.
oleh @rizkymamat
diambil dari http://rizky-muhammad.blogspot.com
No comments:
Post a Comment