Kehilanganku akan merdu kicaumu dengan nada yang tak pernah termelodi sama itu. Kehilanganku akan lembut bulu indahmu yang selalu kusentuh dengan hati-hati. Hanya karena aku acuh akan kebersihan sangkarmu. Hanya karena aku lupa menutup pintu sangkarmu kembali. Lantas kau pergi, tak lagi kembali. Buah-buahan segar pernah kutaruh dalam sangkar dan kutawarkan. Sangkarmu sekarang selalu kubersihkan sampai-sampai kulapis emas hingga platina agar kau betah dan mau lagi berkawan. Pun pernah kupinta awan untuk menurunkan deras rintiknya ke permukaan. Bersama dengan kilat putih yang membagi langit diiringi gemuruh petir yang kubuat tak sedikit pun meluruh. Dengan harapan kau kembali ke sini. Dalam rumahmu yang aman hingga kau tak kehujanan. Percuma. Kau tetap berada diluar sana. Menghadang alam yang mengujimu dengan cara tak bersahabat. Berkicau riang bersama kawanan yang kuyakin salah satunya telah kau incar sebagai pasangan. Sendu dan air mata tak pernah cukup untuk membuatmu bertahan terpenuhi akan niat. Kadang kuharap air mataku berhenti bekerja agar kantongnya tak tumpah ruah tak tentu arah. Karena derasnya melebihi hujan yang serasa ikut merana. Banyak masa ketika cairannya hanya teruntuk engkau, burung bul-bul. Hingga lemah lunglailah tubuhku tak mampu berjalan dengan hati masgyul.
Berhenti aku menunggu sekarang. Cukup aku membodohkan diri. Menunggu yang tak pasti. Sementara kau dengan yang lain bersenang hati berkicau serasi. Telah kubakar sangkar yang dulu pernah kau jadikan sarang. Emas platina yang terlapis tak membuatku menjadi sayang untuk kemudian kubuang. Saat kau coba kembali sepertinya sarang itu sudah tak ada, lenyap. Tak bisa lagi kau kubiarkan bertengger sejenak saja hanya untuk membuat hatiku tertawa sementara kemudian putus asa. Yang kulakukan sekarang adalah kurancang dan kurombak taman yang ada. Kuhijaukan rerumputan untuk kemudian kugelar sebagai karpet kedatangan. Kupercantik dengan warna-warni bunga agar menebarkan aroma wangi tak pernah berhenti. Kutanam dengan pepohonan rindang yang menghasilkan buah-buahan segar. Belum terlalu banyak, paling tidak agar ada kenyamanan ketika bertengger di rantingnya. Kupersiapkan dengan hati-hati taman itu. Agar siap menanti menyambut burung bul-bul yang benar-benar tulus bernyanyi bersamaku dalam alunan nada-nada merdu. Satu jam sebelum fajar saja, kemudian kita nikmati mentari yang terbit menghangatkan nurani berdua. Tanpa sangkar, tiada paksaan, hanya ruang terbuka.
Jakarta, 7 Februari 2013
Dari aku,
Periring Nyanyian Bul-bul
Ditulis oleh : @franc3ssa
Diambil dari http://justcallmefrancessa.wordpress.com
No comments:
Post a Comment