08 February 2013

Maria Magdalena


Kekasihku,

Maria Magdalena . 

Rumah kita tak lagi indah tanpa senyuman di pekarangan; tanpa tawa di dapur selesai makan; tanpa kau hangat sebuah pelukan. Pagiku hanya sebuah malam dengan pendar sang surya yang percuma. Malam pun hanya sebuah keterasingan senyap yang tak layak dinamakan. Aku merindukanmu, Magdalena.

Aku rindu bagaimana pelukan dan kecupan yang selalu mengawali hari,  jauh sebelum mentari jatuh ke kulit masing-masing lewati jendela kamar; bagaimana aku sibuk dengan koran-koran pengabar masa dengan kopi di tangan dan kau sibuk menyiapkan roti untuk sarapan dengan sebuah senyuman sebagai selai diantara; bagaimana cara kau menggoyangkan ayunan di taman dan aku yang mendorongmu kuat-kuat; bagaimana cara kau menertawakan bunga meski hujan tak lagi tampak; bagaimana cara kita berbahagia meski anak tak hadir dalam hidup kita yang kian senja. Aku merindukanmu, sungguh Magdalena.

Perutku semakin buncit kini, keriput menjadi penggaris diantara kening dan kantung mata; serta di seluruh kulit yang biasa kau ciumi dulu. Aku tak lagi tampan, Magdalena. Meskipun usia memakanku bengis, sudikah kau tetap mencintaiku, Magdalena? Karena cintaku masih setia menunggumu di balik jendala, menatap gerbang berharap kau kan datang dengan sebuah pelukan atau sekedarnya senyuman.

Entah harus ku alamatkan kemana surat ini. Aku telah mendatangi perdesaan yang kau sebut rumah; mendatangi gereja tua tempat kita menikah; mendatangi pantai biasa senja dimakamkan; bahkan mendatangi taman-taman surga tempat terakhir manusia ditempatkan. Tak jua kutemui sosokmu diantara banyak-banyak tempat.

Kembalilah pulang, Magdalena. Tiga windu cukupkan waktu kumenunggu. Termanggu pada dagu yang tak lagi utuh atau nafas yang tinggal separuh. Aku menyediakan taman tepat di tengah rumah, dengan kupu-kupu dan bunga sebagai hiasan, menyambutmu dengan pantas. Maafku kan jadi karpet merah menyambutmu pulang, tinggalkanlah lelaki yang merebut tahtaku di hatimu. Aku sudi menerimamu kembali sebagai peristirahatan terakhir sebelum nafas terakhir terlepas dari diri.

Aku (masih) mencintaimu, Magdalena.


Tertanda,

Armand Antonio .

Oleh @iiTSibaranii
Diambil dari http://iitsibarani.wordpress.com

No comments:

Post a Comment