Dear Borin,
Barusan aku liat-liat facebook kamu yang belum sempet kamu log out. Tenang, aku nggak bakal terlalu curious kayak dulu. Aku kapok. Hidup kamu emang nggak banyak drama kayak aku, tapi waktu itu aku bener-bener kejebak dengan permainan konyol kamu. Jadi, aku cukup ngeliatin aktivitas wall kamu. Update foto-foto dan status facebook kamu. Itu pun karena nggak sengaja.
Aku nggak pernah liat profil facebook kamu lagi sejak kamu nge-block aku lebih dari setahun lalu. Waktu kamu lagi pacaran—backstreet—sama cowok yang sekarang udah jadi mantan kamu. Cowok yang bikin kita sekeluarga jadi sering curiga dan nggak lagi percaya sama kamu. Cowok yang sering maksa kamu jadi anak yang agak kurang bener. Tapi ya udah lah, toh sekarang kalian udah putus dan kamu balik jadi anak yang lebih baik. Apalagi pacar kamu yang sekarang cowok baik-baik.
Jadi, waktu barusan aku liat-liat wall facebook kamu, aku ngerasa agak terkejut. Ya pokoknya beda aja dari kamu yang dulu, yang lagi alay-alaynya dan susah banget dikasih tau. Sekarang, kamu udah berubah. Ya harus lah. Kamu udah bukan kanak-kanak lagi. Udah masuk kuliah. Udah gede. Udah akil balig.
Dan waktu aku baca status-status facebook kamu, aku kayak ngerasain sesuatu yang lain. Maksudku, sebuah sisi lain dari diri kamu. Borin versi lain dari yang setiap hari aku temui di rumah.
Ternyata, ada banyak hal yang kulewatkan tentang kamu. Entah apakah selama ini aku terlalu fokus pada kehidupanku sendiri atau kamu yang terlalu menutup diri. Dan entah kenapa aku cenderung lebih suka menilai seseorang melalui tulisannya daripada tingkah lakunya. Bukan hanya lebih suka, melainkan juga lebih bisa melihat ke dalam diri orang itu. Semacam menerawang sisi batinnya. Tulisan memang bisa direkayasa, namun aku percaya, selalu ada bagian-bagian yang menunjukkan sisi kebenarannya. Sisi terjujurnya.
Melalui status-status facebook kamu yang kubaca, aku seakan bisa lebih mengenal kamu secara personal, sebagai seorang manusia, sebagai seorang anak perempuan remaja yang sedang beranjak menuju sedikit lebih dewasa. Seseorang yang memiliki kehidupannya sendiri dengan caranya sendri bersama orang-orang yang ia percayai.
Aku menyadari, kita punya lebih banyak perbedaan dibanding persamaan. Namun aku masih bisa melihat sedikit bayanganku terpantul di kamu. Entah bagian yang mana, tapi aku bisa merasakannya. Sebut saja itu sebagai hubungan romantis di antara kakak dan adik. Ikatan batin, atau apa pun kamu menamainya. Oh, ya, aku baru ingat. Kamu nggak suka membahas absurditas semacam ini. Kamu lebih suka membahas makanan dan jajanan-jajanan enak.
Borin, sampai kapan pun, aku nggak bakal pernah maksa kamu untuk berubah menjadi orang lain. Kamu ya kamu, dengan segala kekurangan dan kelebihan kamu. Dan aku berharap kamu pun selalu bangga dengan diri kamu sendiri. Tapi itu bukan berarti kalau aku bakal ngelolosin kamu ketika kamarku kotor dan berantakan gara-gara kamu, buku-bukuku nggak beraturan dan nggak lengkap, pulpenku hilang, netbook-ku superlowbat, kabel earphone-ku putus, sweterku kotor dan berbau abis kamu pake diem-diem. Inget itu!
Oh, ya. Aku tau, kalaupun kamu tau aku nulis surat cinta buat kamu, reaksi kamu pasti bakal lempeng-lempeng aja, selempeng rambut kamu abis dicatok. Tapi, ya seenggaknya kamu bakal tau, walaupun aku lebih sering bersikap ketus ke kamu, dan walaupun aku nggak pernah mengatakannya, aku sayang banget sama kamu.
Bandung, 7 Februari 2013
-D-
Ditulis oleh : @daaduun
Diambil dari http://ininyadadun.wordpress.com
No comments:
Post a Comment