15 January 2013

Hanya Untuk Disimpan


Bandung, Januari hari empat belas, 2013

Teruntuk,

A.

Hai, kamu..
Gerimis turun sejak pagi di Bandung. Meski kaca jendela kamar kostku tak pernah mampu disentuh langsung oleh rintik hujan, entah mengapa ingatan tentangmu masih bisa menelusup ke dalam aku. Sebetulnya kamu juga tahu, aku tak butuh tetes-tetes hujan, aku tak butuh lagu-lagu sendu hanya untuk mengulang kenangan kita yang belum hilang dari dalam kepala.

Benar, A. Aku lupa rasanya tak merindukanmu.

Biar saja surat ini terlihat membosankan. Tentang rindu lagi, hujan lagi, kenangan lagi, kamu lagi. Maka segera hubungi aku, A. Kumohon. jangan menunggu aku menghubungimu. Sebab aku bosan selalu jadi yang mengawali. Sekali-kali, izinkan aku merasakan bagaimana rasanya jadi kamu. Jadi orang yang selalu dirindukan, diinginkan dan dibutuhkan.
Kejar aku, A. Kamu tahu aku tak akan pergi ke mana-mana.

Tentu saja surat ini tak akan sampai padamu, A. Surat ini hanya akan menjadi lembar kesekian yang menghuni catatan-catatan rinduku. Sebut aku gengsi. Sebut aku jual mahal, hanya karena tak mau mengirimkannya padamu. Tapi, izinkan aku terus menunggu meski kecil kemungkinan kelak kamu akan menyadarinya.

Semoga Tuhan berpihak padaku. Semoga doa ini sampai padamu. Semoga rindu mengetuk pintu hatimu. Semoga kamu segera menghubungiku. Semoga saja.

Yang menggantung asa setinggi-tingginya agar sebuah rasa hinggap pada tempatnya,
I.

Oleh @idrchi
Diambil dari http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com

No comments:

Post a Comment